by gl75FKPUUayArC | Apr 17, 2014 | Uncategorized
Memilih makanan sama seperti memilih sahabat. Sahabat yang baik akan memberikan sesuatu yang baik pula. Hal ini berlaku untuk penyandang diabetes ataupun mereka yang ingin menghindari diabetes. Menyambut Hari Diabetes Nasional pada 18 April, alangkah baiknya mulai cermat memilih siapa sahabat kita untuk investasi kesehatan kita di kemudian hari nanti. Makanan high GI atau low GI?
Saat ini, pertumbuhan penyakit diabetes semakin mengkhawatirkan, terutama di negara-negara berkembang. Menurut data International Diabetes Federation (IDF) tahun 2013, Indonesia bahkan ada di peringkat 7 dunia sebagai negara dengan penyandang diabetes terbanyak. Setidaknya ada 8,5 juta kasus diabetes usia dewasa di Indonesia.
Data Novo Nordisk International Operation yang dikutip dari Tempo menambahkan, 80 persen penyandang diabetes di Indonesia mengidap diabetes tipe 2 yang kebanyakan disebabkan oleh gaya hidup yang kurang sehat. Selain kurangnya olahraga, pola makan yang buruk bisa jadi penyebab utama diabetes tipe ini. Angka di atas cukup memprihatinkan, namun dapat ditekan dengan meningkatkan kesadaran orang-orang akan gaya hidup sehat.
Kebiasaan mengonsumsi makanan dengan high GI atau glikemik indeks yang tinggi memiliki dampak cukup signifikan terhadap tingginya risiko seseorang terkena penyakit diabetes tipe 2. Glikemik Indeks (GI) merupakan tingkatan pangan dalam skala 0 – 100 yang menunjukkan seberapa cepat suatu bahan pangan meningkatkan kadar gula darah. Biasanya makanan high GI memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, misalnya saja roti putih, nasi putih, sereal yang rendah kadar seratnya, serta kue-kue.
Karbohidrat yang tinggi dapat menaikkan level gula dalam darah sampai ke tahap yang cukup mengkhawatirkan. Semakin cepat sebuah makanan menaikkan level gula dalam darah, semakin tinggi pula nilai GI yang ada dalam makanan tersebut.
Untuk menghindarinya tentu sebaliknya, cukup mengonsumsi makanan atau cemilan low GI. Semakin rendah nilai GI, kadar gula darah akan lebih terkontrol dan risiko terkena diabetes pun makin kecil.
Mengenali sekaligus memilah makanan low GI untuk konsumsi sehari-hari tidaklah sesulit yang dibayangkan. Ahli nutrisi Jo Lewin melalui BBC GoodFood turut berbagi tips untuk mengenali makanan low GI yang biasa ditemukan sehari-hari. Menurut dia, makanan berwarna putih, termasuk makanan yang diproses dengan tepung putih atau gula pasir cenderung memiliki nilai GI tinggi. Namun yang pasti, beberapa makanan dengan nilai glikemik indeks rendah biasanya termasuk dalam kategori buah-buahan serta kacang-kacangan, seperti kedelai. Bahkan dengan kombinasi dua-duanya seperti yang ada dalam snack bar SOYJOY. Bagi penyandang diabetes (diabetesi), olahan kacang kedelai merupakan sahabat yang baik karena nilai glikemik indeksnya termasuk yang paling rendah di antara bahan makanan yang lain. Sangat cocok untuk diet dalam mengontrol kadar gula dalam darah.
Selain menghindari makanan atau cemilan high GI, ada baiknya juga melakukan medical check-up sedari dini untuk mereka yang belum terkena diabetes. Penyakit ini merupakan penyakit yang membutuhkan perhatian lebih. Tindakan preventif sangat perlu dilakukan demi menghindari komplikasi jangka panjang yang disebabkan dari penyakit ini, mulai dari penyakit jantung, gagal ginjal, kebutaan, dll. Bagi yang tidak sempat ke dokter dapat mencoba beberapa diabetic apps SOYJOY untuk membantu mendiagnosis diabetes yang selalu mengintai.
Singkatnya, jauh lebih baik mencegah daripada mengobati. Mari pilih sahabat yang tepat untuk pola hidup sehat demi investasi di kemudian hari.
?
Sumber:
BBCGoodFood.com
Tempo.co
IDF.org
by gl75FKPUUayArC | Apr 14, 2014 | Healthy Living
Bagi penggemar superhero, nama Captain America pasti sudah tidak asing lagi. Jagoan dari Negeri Paman Sam ini merupakan transformasi dari seorang pemuda kurus dan lemah bernama Steve Rogers, yang kemudian berubah menjadi manusia super dengan badan atletis karena sebuah serum khusus dari eksperimen militer. Namun, percaya atau tidak, bentuk badan seperti Captain America bisa didapat dengan metode latihan tertentu.
Lihat saja penampakan Chris Evans, aktor di balik sosok Captain America. Dipandu pelatih fisik Simon Waterson yang juga menangani Daniel Craig sebagai Agen 007 dan Jake Gyllenhaal dalam film “Prince of Persia”, Chris mendapatkan perubahan fisik yang cukup signifikan. Dia berhasil menaikkan bobot tubuhnya dari 77 kg menjadi 82 kg. Di samping itu persentase lemak tubuhnya pun berkurang dari 12,5 persen menjadi 8 persen saja.
Untuk menambah dan mengoptimalkan massa otot, Chris menggunakan set latihan high-weight/low-rep. Set latihan ini merupakan latihan beban dengan memaksimalkan jumlah beban yang ada, namun dengan repetisi gerakan yang lebih sedikit. Menu latihannya beragam, dari mulai squat, angkat beban, incline bench press, weighted dip, sampai chin-up.
“Chris juga melakukan latihan bodyweight dan plyometric untuk menjaga denyut jantung tetap tinggi selama latihan dan juga saat shooting,” kata Waterson. Sebagai Captain America, Chris Evans harus melakukan adegan laga dengan kostum seberat 6 kg serta helm dan tameng yang juga cukup berat. Latihan yang diberikan Waterson tak hanya untuk membentuk otot saja, namun juga untuk menjaga kebugaran Chris sendiri selama berakting di depan kamera.
Waterson juga menambahkan pentingnya menjaga keseimbangan tubuh. “Para pria biasanya melupakan latihan kaki karena terlalu fokus untuk membesarkan lengan. Padahal latihan tubuh bagian bawah yang optimal dapat mempermudah latihan tubuh bagian atas,” jelasnya. Berikut ini adalah menu latihan kaki yang dibuat Waterson untuk Chris Evans:
1. Squat
2. Lunge
3. Leg press
4. Calf raise
5. Hamstring curl
Lakukan pemanasan sebelum memulai setiap gerakan. Kemudian lakukan tiga set untuk masing-masing gerakan. Satu set dapat dilakukan sebanyak 6-8 kali.
Namun yang terpenting dari keseluruhan latihan ini adalah menu makan yang seimbang. Makanan yang masuk harus menambah massa otot tanpa harus menambah jumlah lemak dalam tubuh. Berikut ini daftar menu yang dilahap Chris Evans untuk menjadi seorang superhero:
Sarapan: semangkuk bubur dengan beri dan kenari.
Cemilan pagi: protein shake dan 5g BCAA (branched-chain amino acid).
Cemilan pre-workout: apel dan kacang almond.
Cemilan post-workout: protein shake dan 5g BCAA.
20 menit kemudian: salad ayam dengan nasi basmati cokelat.
Cemilan sore: protein shake.
Makan malam: ikan, ayam, daging sapi, atau sayuran.
Untuk jenis cemilan seperti kenari atau kacang almond dapat diganti dengan cemilan dari olahan kacang kedelai, karena lebih mudah didapat di Indonesia dan juga sama-sama low GI. Di samping itu, cemilan kacang kedelai juga memiliki kandungan protein tinggi yang sangat membantu pembentukan otot.
Tertarik untuk mencoba resep di atas?
Sumber:
Mensfitness.co.uk
by gl75FKPUUayArC | Apr 14, 2014 | Uncategorized
Bagi penggemar superhero, nama Captain America pasti sudah tidak asing lagi. Jagoan dari Negeri Paman Sam ini merupakan transformasi dari seorang pemuda kurus dan lemah bernama Steve Rogers, yang kemudian berubah menjadi manusia super dengan badan atletis karena sebuah serum khusus dari eksperimen militer. Namun, percaya atau tidak, bentuk badan seperti Captain America bisa didapat dengan metode latihan tertentu.
Lihat saja penampakan Chris Evans, aktor di balik sosok Captain America. Dipandu pelatih fisik Simon Waterson yang juga menangani Daniel Craig sebagai Agen 007 dan Jake Gyllenhaal dalam film “Prince of Persia”, Chris mendapatkan perubahan fisik yang cukup signifikan. Dia berhasil menaikkan bobot tubuhnya dari 77 kg menjadi 82 kg. Di samping itu persentase lemak tubuhnya pun berkurang dari 12,5 persen menjadi 8 persen saja.
Untuk menambah dan mengoptimalkan massa otot, Chris menggunakan set latihan high-weight/low-rep. Set latihan ini merupakan latihan beban dengan memaksimalkan jumlah beban yang ada, namun dengan repetisi gerakan yang lebih sedikit. Menu latihannya beragam, dari mulai squat, angkat beban, incline bench press, weighted dip, sampai chin-up.
“Chris juga melakukan latihan bodyweight dan plyometric untuk menjaga denyut jantung tetap tinggi selama latihan dan juga saat shooting,” kata Waterson. Sebagai Captain America, Chris Evans harus melakukan adegan laga dengan kostum seberat 6 kg serta helm dan tameng yang juga cukup berat. Latihan yang diberikan Waterson tak hanya untuk membentuk otot saja, namun juga untuk menjaga kebugaran Chris sendiri selama berakting di depan kamera.
Waterson juga menambahkan pentingnya menjaga keseimbangan tubuh. “Para pria biasanya melupakan latihan kaki karena terlalu fokus untuk membesarkan lengan. Padahal latihan tubuh bagian bawah yang optimal dapat mempermudah latihan tubuh bagian atas,” jelasnya. Berikut ini adalah menu latihan kaki yang dibuat Waterson untuk Chris Evans:
1. Squat
2. Lunge
3. Leg press
4. Calf raise
5. Hamstring curl
Lakukan pemanasan sebelum memulai setiap gerakan. Kemudian lakukan tiga set untuk masing-masing gerakan. Satu set dapat dilakukan sebanyak 6-8 kali.
Namun yang terpenting dari keseluruhan latihan ini adalah menu makan yang seimbang. Makanan yang masuk harus menambah massa otot tanpa harus menambah jumlah lemak dalam tubuh. Berikut ini daftar menu yang dilahap Chris Evans untuk menjadi seorang superhero:
Sarapan: semangkuk bubur dengan beri dan kenari.
Cemilan pagi: protein shake dan 5g BCAA (branched-chain amino acid).
Cemilan pre-workout: apel dan kacang almond.
Cemilan post-workout: protein shake dan 5g BCAA.
20 menit kemudian: salad ayam dengan nasi basmati cokelat.
Cemilan sore: protein shake.
Makan malam: ikan, ayam, daging sapi, atau sayuran.
Untuk jenis cemilan seperti kenari atau kacang almond dapat diganti dengan cemilan dari olahan kacang kedelai, karena lebih mudah didapat di Indonesia dan juga sama-sama low GI. Di samping itu, cemilan kacang kedelai juga memiliki kandungan protein tinggi yang sangat membantu pembentukan otot.
Tertarik untuk mencoba resep di atas?
Sumber:
Mensfitness.co.uk
by gl75FKPUUayArC | Apr 10, 2014 | 14
Menghabiskan waktu di depan televisi memang menyenangkan. Apalagi jika menonton film atau serial favorit. Kegiatan ini bisa jadi aktivitas untuk mengisi hari libur tanpa harus keluar rumah. Tapi, terlalu banyak menghabiskan waktu di depan TV juga buruk untuk kesehatan. Tidak hanya obesitas, data dari Harvard Public School of Health (HSPH) juga menemukan bahwa kebiasaan menonton TV terlalu lama dapat meningkatkan risiko terkena diabetes tipe 2.
Peneliti HSPH Frank Hu dan Anders Gr?ntved merangkum serta mengkaji ulang secara sistematis beberapa studi dari tahun 1970 sampai 2011 yang memublikasikan hubungan menonton TV dengan meningkatnya risiko diabetes tipe 2, penyakit kardiovaskular, dan juga kematian dini.
Hasilnya dua jam lebih menonton TV setiap harinya dapat meningkatkan risiko tipe 2 diabetes dan juga penyakit kardiovaskular, sedangkan menonton TV selama tiga jam lebih dapat meningkatkan risiko kematian dini. Selain itu, setiap dua jam tambahan akan meningkatkan risiko diabetes tipe 2, penyakit kardiovaskular, dan kematian dini masing-masing sebanyak 20, 15, dan 13 persen. Di Amerika sendiri, sekitar 100.000 orang yang menghabiskan dua jam menonton TV setiap hari selama satu tahun dikaitkan dengan 176 kasus baru diabetes tipe 2, 38 kasus penyakit kardiovaskular fatal, dan 104 kasus kematian.
Hu dan Gr?ntved mengaitkan fenomena ini dengan pola makan kurang sehat dan kurangnya aktivitas fisik, yang biasanya menyertai kebiasaan menonton TV orang-orang. Oleh karena itu, risiko diabetes bisa dikurangi dengan camilan sehat dan aktivitas fisik yang lebih banyak di dalam rumah.
Bagi yang masih doyan ngemil, beberapa camilan dengan kalori dan nilai GI rendah bisa menjadi teman menonton TV yang baik. Makanan dari olahan kedelai bisa menjadi solusi karena kedelai merupakan salah satu makanan low GI. Misalnya saja kedelai panggang dan yang agak sedikit beda, pudding kedelai. Untuk minuman, yoghurt kedelai bisa dijadikan alternatif pengganti soft drink.
Begitu juga dengan buah-buahan, sangat cocok untuk camilan sehat ketika menikmati acara TV favorit. Terutama sekali apel dan anggur. Selain low GI, kedua buah tersebut merupakan antioksidan yang ampuh mengangkal radikal bebas.
Di samping camilan sehat di atas, aktivitas ringan di dalam rumah juga membantu mengurangi efek buruk dari aktivitas pasif seperti menonton TV. Misalnya saja bersih-bersih ringan seperti menyapu, mencuci piring, dan membuang sampah yang ternyata mampu membakar hingga 164 kalori per jam. Naik turun tangga dengan membawa beban seperti belanjaan sebanyak 1 jam sehari juga terbukti dapat membakar hingga 493 kalori.
Namun yang pasti, Hu menegaskan memperbanyak aktivitas fisik dan menerapkan pola makan sehat tidak akan cukup selama tidak diimbangi dengan upaya mengurangi jam menonton TV yang terlalu lama.
Sumber:
Prolonged television viewing linked to increased risk of type 2 diabetes, cardiovascular disease, and premature death
http://www.mydailymoment.com/diet_and_fitness/healthy_eating/at_last…_8_healthy_snacks_for_tv_couch_time.php
https://shine.yahoo.com/green/10-home-chores-that-burn-the-most-calories-2607544.html
by gl75FKPUUayArC | Apr 10, 2014 | Uncategorized
Menghabiskan waktu di depan televisi memang menyenangkan. Apalagi jika menonton film atau serial favorit. Kegiatan ini bisa jadi aktivitas untuk mengisi hari libur tanpa harus keluar rumah. Tapi, terlalu banyak menghabiskan waktu di depan TV juga buruk untuk kesehatan. Tidak hanya obesitas, data dari Harvard Public School of Health (HSPH) juga menemukan bahwa kebiasaan menonton TV terlalu lama dapat meningkatkan risiko terkena diabetes tipe 2.
Peneliti HSPH Frank Hu dan Anders Gr?ntved merangkum serta mengkaji ulang secara sistematis beberapa studi dari tahun 1970 sampai 2011 yang memublikasikan hubungan menonton TV dengan meningkatnya risiko diabetes tipe 2, penyakit kardiovaskular, dan juga kematian dini.
Hasilnya dua jam lebih menonton TV setiap harinya dapat meningkatkan risiko tipe 2 diabetes dan juga penyakit kardiovaskular, sedangkan menonton TV selama tiga jam lebih dapat meningkatkan risiko kematian dini. Selain itu, setiap dua jam tambahan akan meningkatkan risiko diabetes tipe 2, penyakit kardiovaskular, dan kematian dini masing-masing sebanyak 20, 15, dan 13 persen. Di Amerika sendiri, sekitar 100.000 orang yang menghabiskan dua jam menonton TV setiap hari selama satu tahun dikaitkan dengan 176 kasus baru diabetes tipe 2, 38 kasus penyakit kardiovaskular fatal, dan 104 kasus kematian.
Hu dan Gr?ntved mengaitkan fenomena ini dengan pola makan kurang sehat dan kurangnya aktivitas fisik, yang biasanya menyertai kebiasaan menonton TV orang-orang. Oleh karena itu, risiko diabetes bisa dikurangi dengan camilan sehat dan aktivitas fisik yang lebih banyak di dalam rumah.
Bagi yang masih doyan ngemil, beberapa camilan dengan kalori dan nilai GI rendah bisa menjadi teman menonton TV yang baik. Makanan dari olahan kedelai bisa menjadi solusi karena kedelai merupakan salah satu makanan low GI. Misalnya saja kedelai panggang dan yang agak sedikit beda, pudding kedelai. Untuk minuman, yoghurt kedelai bisa dijadikan alternatif pengganti soft drink.
Begitu juga dengan buah-buahan, sangat cocok untuk camilan sehat ketika menikmati acara TV favorit. Terutama sekali apel dan anggur. Selain low GI, kedua buah tersebut merupakan antioksidan yang ampuh mengangkal radikal bebas.
Di samping camilan sehat di atas, aktivitas ringan di dalam rumah juga membantu mengurangi efek buruk dari aktivitas pasif seperti menonton TV. Misalnya saja bersih-bersih ringan seperti menyapu, mencuci piring, dan membuang sampah yang ternyata mampu membakar hingga 164 kalori per jam. Naik turun tangga dengan membawa beban seperti belanjaan sebanyak 1 jam sehari juga terbukti dapat membakar hingga 493 kalori.
Namun yang pasti, Hu menegaskan memperbanyak aktivitas fisik dan menerapkan pola makan sehat tidak akan cukup selama tidak diimbangi dengan upaya mengurangi jam menonton TV yang terlalu lama.
Sumber:
Prolonged television viewing linked to increased risk of type 2 diabetes, cardiovascular disease, and premature death
http://www.mydailymoment.com/diet_and_fitness/healthy_eating/at_last…_8_healthy_snacks_for_tv_couch_time.php
https://shine.yahoo.com/green/10-home-chores-that-burn-the-most-calories-2607544.html