Nutrisi Saat Sahur untuk Kenyang Lebih Lama

Nutrisi Saat Sahur untuk Kenyang Lebih Lama

Memasuki Bulan Ramadan, umat Muslim akan menjalani puasa, yang merupakan salah satu dari lima pilar agama Islam. Puasa sendiri adalah praktik membatasi asupan makanan dan/ atau minuman untuk periode tertentu (1). Puasa yang dilakukan saat Bulan Ramadan ini membatasi makan dan minum selama periode puasa yaitu dari fajar hingga matahari terbenam (atau berkisar kurang lebih 13 jam di Indonesia).

Sebelum melakukan puasa, biasanya kita akan makan yang disebut dengan Sahur. Sahur ini sering kali disamakan dengan sarapan (2). Sarapan sendiri merupakan makanan yang penting untuk menjalani kegiatan kita sehari-hari (3), sama halnya dengan sahur pada saat puasa. Selain itu, karena tidak makan lagi hingga 13 jam ke depan, maka tidak jarang kita akan merasa lapar saat puasa. Tahukah kalian bahwa nutrisi tertentu dapat membuat kamu kenyang lebih lama?

Ternyata, sejauh mana makanan menghasilkan dan mempertahankan rasa kenyang sebagian bergantung pada komposisi nutrisi makanan tersebut. Protein merupakan nutrisi yang memberikan rasa kenyang lebih dibandingkan karbohidrat dan lemak (4). Protein dapat memberikan rasa kenyang karena konsumsi protein meningkatkan hormon yang berkaitan dengan rasa kenyang (5). Sumber protein yang dapat kamu tambahkan saat sahur adalah kedelai, telur, dada ayam, ikan, udang, susu.

Selain protein, serat juga memberikan rasa kenyang lebih lama loh! Serat dapat memperlambat proses pencernaan dan berdampak pada pelepasan hormon rasa kenyang (6). Serat ini dapat ditemukan di kedelai loh, selain ditemukan di sayur, buah-buahan, dan biji-bijian.

Yuk tambahkan kedelai di menu sahurmu, karena kedelai mengandung protein dan serat yang dapat membantu kenyang lebih lama selama berpuasa! SOYJOY terbuat dari kedelai utuh, sumber protein, tinggi serat yang dapat menjadi #Soylution saat sahur untuk kenyang lebih lama. 

Referensi:

  1. Sanvictores T, Casale J, Huecker MR. Physiology, Fasting. [Updated 2020 Aug 23]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534877 (Accessed 13th April 2021).
  2. Elnakib, S. (2021). Ramadan The Practice of Fasting. [online] Available from: https://www.eatright.org/health/lifestyle/culture-and-traditions/ramadan–the-practice-of-fasting (Accessed 13th April 2021).
  3. Gibney, M. J., Barr, S. I., Bellisle, F., Drewnowski, A., Fagt, S., Livingstone, B., Masset, G., Varela Moreiras, G., Moreno, L. A., Smith, J., Vieux, F., Thielecke, F., & Hopkins, S. (2018). Breakfast in Human Nutrition: The International Breakfast Research Initiative. Nutrients10(5), 559.
  4. Whitney, E. N., & Rolfes, S. R. (2016). Understanding nutrition (14th ed.).  Stamford, CT: Cengage Learning.
  5. Rebello, C. J., Liu, A. G., Greenway, F. L., & Dhurandhar, N. V. (2013). Dietary strategies to increase satiety. Advances in food and nutrition research69, 105–182.
  6. Chambers, L., McCrickerd, K., & Yeomans, M. R. (2015). Optimising foods for satiety. Trends in Food Science & Technology41(2), 149-160.
Suka ‘Food Craving’?

Suka ‘Food Craving’?

Yuk hempaskan ‘Food Craving’ dengan kiat ini

Kalian pasti pernah secara tiba-tiba ingin sekali untuk makan makanan tertentu, misalnya gorengan, pizza, cokelat, dan lainnya. Atau ketika kalian bermain media sosial, seperti Instagram, Tiktok, Twitter, atau Facebook, lalu melihat makanan yang lagi hits dan menginginkan makanan tersebut? Keinginan ini disebut dengan ‘Food Craving’ loh. Dengan ditambah sangat mudahnya untuk membeli makanan yang diinginkan melalui internet, ini dapat membuat membuat seseorang ‘kalap’ dan kemudian akan merasa bersalah.

Yuk simak artikel ini supaya bisa mengurangi rasa bersalah akibat ‘food craving’!

Apa itu ‘Food Craving’?

Food craving adalah keinginan yang sangat kuat untuk makan dan ini sangat umum terjadi. Ternyata, ‘food craving’ merupakan hal yang umum terjadi, dan dialami hingga lebih dari 90% orang loh (1) ! Sebagai contoh kalian mungkin saja ‘craving’ dessert kue atau es krim, padahal kalian baru saja makan besar. ‘Food craving’ ini muncul karena konsumsi makanan tertentu ditambah rangsangan dari luar sepeti menonton televisi, bermain instagram atau rangsangan dari dalam seperti merasa sedih, stress dll (2).

Ini jalan pintas kalian untuk menghempaskan ‘Food Craving’

‘Food craving’ ini berkaitan dengan peningkatan asupan makanan dan juga penambahan berat badan (3). Sedangkan kita tetap harus menjaga berat badan supaya berada di angka normal untuk menjaga kesehatan kita kan? Mau tahu kiat untuk menghempaskan ‘food craving’?

Jalan pintasnya adalah dengan masukkan camilan dalam pola makan kalian. Tidak percaya? Ini loh alasannya. ‘Food craving’ ini memang dapat muncul ketika kita tidak lapar, tetapi rasa lapar dan ‘food craving’ sering kali muncul secara bersamaan (4). Sebuah penelitian menunjukkan bahwa rasa lapar dapat memperparah ‘food craving’ (5). Jadi ketika kalian lapar, ‘food craving’ yang muncul lebih tinggi jika dibandingkan ketika kalian kenyang.

Nah, dengan kalian memasukkan camilan ke dalam pola makan, kalian dapat mengurangi rasa lapar yang dapat berhubungan dengan kebiasaan ‘food craving’. Camilan-camilan yang dipilih tentunya juga harus kaya akan zat gizi. Selain itu, perlu diingat ya, kalori yang dianjurkan untuk satu camilan berkisar 5 – 15% dari kebutuhan harian, atau berkisar 100 – 300 kkal untuk kebutuhan 2.150 kkal (6).

Bingung pilih camilan yang dapat masuk dalam pola makan sehat kalian? Tenang, ada SOYJOY, camilan yang terbuat dari kedelai utuh, sumber protein, tinggi serat, yang dapat menjadi #Soylotiun saat kalian lagi ‘food craving’! Dalam setiap bar-nya, SOYJOY mengadung 130 – 160 kkal, 4 – 6 gram protein, dan 2 – 3 gram serat. Jadi tunggu apalagi? Hempaskan ‘food craving’ dengan cemilan sehat penuh gizi dan bantu kenyang lebih lama.

Referensi

  1. Hallam, J., Boswell, R. G., DeVito, E. E., & Kober, H. (2016). Gender-related Differences in Food Craving and Obesity. The Yale journal of biology and medicine89(2), 161–173.
  2. Myers, C. A., Martin, C. K., & Apolzan, J. W. (2018). Food cravings and body weight: a conditioning response. Current opinion in endocrinology, diabetes, and obesity25(5), 298–302.
  3. Reichenberger, J., Richard, A., Smyth, J. M., Fischer, D., Pollatos, O., & Blechert, J. (2018). It’s craving time: time of day effects on momentary hunger and food craving in daily life. Nutrition (Burbank, Los Angeles County, Calif.)55-56, 15–20. 
  4. Meule A. (2020). The Psychology of Food Cravings: the Role of Food Deprivation. Current nutrition reports9(3), 251–257.
  5. Reents, J., Seidel, A. K., Wiesner, C. D., & Pedersen, A. (2020). The Effect of Hunger and Satiety on Mood-Related Food Craving. Frontiers in psychology11, 568908.
  6. Potter, M., Vlassopoulos, A., & Lehmann, U. (2018). Snacking Recommendations Worldwide: A Scoping Review. Advances in nutrition (Bethesda, Md.)9(2), 86–98.
Kupas Tuntas Indeks Glikemik (IG)

Kupas Tuntas Indeks Glikemik (IG)

Sejak beberapa tahun lalu, kata IG menjadi populer. Apa ya kepanjangan dari IG? Instagram? Bukan Instagram ya sobat kedelai. Jadi IG di sini merupakan kepanjangan dari Indeks Glikemik. Apa itu indeks glikemik (IG)? Yuk simak artikel ini dan kupas tuntas mengenai indeks glikemik (IG) supaya kamu paham mengenai indeks glikemik ini!

Apa itu indeks glikemik?

Indeks glikemik (IG) menunjukkan kenaikan kadar gula dalam darah akibat mengonsumsi makanan atau minuman. Konsep IG ini sebenarnya sudah muncul sekitar 40 tahun yang lalu (1981) oleh Jenkins seorang professor di bidang nutritional science. Awalnya konsep IG ini dibuat sebagai pedoman bagi para penyandang diebetes dalam memilih makanan agar gula darahnya tetap terjaga (1,2).

Faktanya, kenaikan kadar gula dalam darah setelah makan adalah kejadian yang normal. Setiap makanan mempunyai kecepatan yang berbeda dalam meningkatkan gula dalam darah. Makanan dikelompokan menjadi tiga kategori menurut angka indeks glikemiknya, yaitu rendah (IG ≤ 55), sedang (IG 56 – 70), dan tinggi (IG > 70) (3). Makanan dengan IG rendah dengan perlahan meningkatkan gula dalam darah sehingga menjadikannya cenderung stabil, sebaliknya makanan dengan IG tinggi akan meningkatkan gula dalam darah dengan cepat (4).

Memilih makanan yang tepat dengan IG yang rendah merupakan salah satu cara untuk mengontrol kadar gula darah (4). Hal ini sangat penting untuk diterapkan bagi para penyandang diabetes agar tidak mengalami komplikasi lanjut seperti penyakit ginjal, penyakit jantung, hingga kerusakan sistem saraf, gangguan penglihatan dan penyumbatan pembuluh darah ke otak (5).

Apa saja contoh makanan dalam kategori indeks glikemik?

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, memilih makanan yang tepat dapat bantu Anda mengontrol kadar gula darah sesuai dengan target, atau dalam range normal. Berikut contoh beberapa makanan pada kategori indeks glikemik yang bisa bantu Anda gunakan sebagai referensi menu plan sehari (6).

Makanan

Indeks glikemik

Makanan tinggi karbohidrat

Roti

75

Roti gandum coklat

74

Nasi putih

73

Brown rice

68

Jali (Barley)

28

Jagung manis

49

Kwetiauw

53

Kacang-kacangan

Kedelai

16

Kacang merah

24

Buah-buahan

Pisang

51

Mangga

51

Jeruk

43

Kurma

42

Apel

36

Sayuran

Kentang rebus

78

Kentang goreng

63

Wortel rebus

39

Susu dan olahannya

Es krim

51

Yoghurt rasa buah

41

Susu, full fat

39

Susu, skim

37

Produk camilan

Popcorn

65

Keripik kentang

56

Cokelat

40

Kedelai dapat menjadi #soylution kamu loh untuk menerapkan pola makan rendah indeks glikemik karena termasuk makanan yang rendah indeks glikemik. Ssst! SOYJOY juga telah diuji angka indeks glikemiknya loh, penasaran angka indeks glikemik SOYJOY? Coba tebak, kira-kira SOYJOY masuk ke dalam kategori makanan indeks glikemik yang mana yah? Dan cek jawabanmu di link ini: https://journal.ipb.ac.id/index.php/jgizipangan/article/view/31575/20623

Referensi:

  1. Vega-López, S., Venn, B. J. and Slavin, J. L. (2018) Relevance of the glycemic index and glycemic load for body weight, diabetes, and cardiovascular disease, Nutrients, 10(10), p. 1361.
  2. Venn, B. J. and Green, T. J. (2007) Glycemic index and glycemic load: Measurement issues and their effect on diet–disease relationships, European Journal of Clinical Nutrition, 61(Suppl 1), pp. S122–S131
  3. Internation Organization for Standardization (2010) Food products – Determination of the glycaemic index (GI) and recommendation for food classification, ISO 26642.
  4. Harvard Health Publishing. (2020). Glycemic index for 60+ foods. [online] Available at: https://www.health.harvard.edu/diseases-and-conditions/glycemic-index-and-glycemic-load-for-100-foods (Accessed 12th March 2021).
  5. Goyal, R. & Jiala, I. (2020). Diabetes Mellitus Type 2. In: StatPearls [online] Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513253/ (Accessed 12th March 2021).
  6. Atkinson, F. S., Foster-Powell, K., & Brand-Miller, J. C. (2008). International tables of glycemic index and glycemic load values: 2008. Diabetes care, 31(12), 2281–2283.
Tak Kenal Maka Tak Sayang, Kenalan Dengan Kedelai Yuk!

Tak Kenal Maka Tak Sayang, Kenalan Dengan Kedelai Yuk!

Kita mungkin sudah sering bertemu dengan kedelai di kehidupan kita sehari-hari. Kedelai dapat kita jumpai dalam bentuk makanan seperti snack bar, tempe, tahu, susu kedelai, kecap, tauco dan lain-lain. Seberapa kenal sih kamu tentang manfaat nutrisi kedelai? Cek di sini yuk supaya makin sayang dengan kedelai!

  1. Kedelai Tinggi Protein

Protein sangat dibutuhkan oleh tubuh kita karena memiliki fungsi utama untuk pertumbuhan dan perkembangan. Protein juga berfungsi sebagai penyusun organ vital seperti otak, jantung, paru-paru dan berperan penting dalam menjaga sistem daya tahan tubuh (1).

Kedelai terkenal akan protein yang tinggi (2). Sekitar 30% komponen kedelai adalah protein (3). Selain kandungannya yang tinggi protein, kualitas protein kedelai lebih tinggi dari sumber makanan protein nabati lainnya, bahkan mirip dengan kualitas protein hewani (2). Protein kedelai mudah dicerna dan diserap di dalam tubuh layaknya protein hewani. Kandungan asam amino pada protein kedelai cukup lengkap dan sesuai dengan yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)/Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) (4).

Selain tergolong pangan yang kaya akan gizi, protein kedelai memiliki fungsi fisiologis untuk membantu menurunkan kadar kolesterol darah (4).

  1. Kedelai Sumber Lemak Baik

Siapa yang bilang lemak itu jahat? Pada dasarnya lemak itu baik, selama tidak berlebihan. Bahkan tipe lemak tidak jenuh seperti omega 3 dan omega 6 dapat membantu meningkatkan kesehatan (5). Lemak merupakan salah satu nutrisi yang sama pentingnya dengan protein dan karbohidrat untuk mengisi energi tubuh. Sistem di dalam tubuh dapat berjalan optimal juga bergantung pada adanya lemak. Misalnya, lemak membantu proses pelarutan beberapa vitamin seperti vitamin A, D, E dan K ke dalam aliran darah sehingga siap untuk diserap dan digunakan oleh tubuh.

Kedelai kaya akan protein tetapi juga kaya lemak tidak jenuh, yang dianggap sebagai lemak “baik” (2) Sekitar 80% kandungan lemak pada kedelai merupakan lemak tidak jenuh (4). Kedelai kaya akan asam lemak omega-6 yang memiliki banyak manfaat untuk kesehatan, seperti menurunkan kadar kolesterol LDL darah dan memperbaiki resistensi insulin (6,7). Di antara kacang-kacangan lainnya, kedelai adalah satu-satunya kacang-kacangan yang menyediakan asam lemak omega-3 dalam jumlah yang cukup besar (6).

  1. Kedelai Tinggi Serat

Serat adalah nutrisi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat untuk tubuh diantaranya mengurangi risiko penyakit-penyakit seperti penyakit jantung, diabetes, kanker usus besar, membantu dalam menjaga berat badan, dan memelihara kesehatan pencernaan (7).

Kedelai merupakan sumber pangan yang mempunyai kandungan serat. Serat dalam kedelai merupakan makanan baikuntuk mikroba baik di dalam usus (prebiotik) yang dapat mempertahankan kesehatan pencernaan (6). Tetapi tidak hanya itu, studi membuktikan bahwa dengan mengonsumsi biskuit yang ditambahkan serat kedelai (serat = 27.5 g per hari) sebagai sarapan selama 12 minggu  dapat membantu menurunkan berat badan, indeks massa tubuh, dan kolesterol LDL dibandingkan dengan mereka yang tidak mengonsumsi biskuit kedelai (8).

Sekarang sudah semakin sayang dengan kedelai kan? Yuk! #MakanSOYJOY! SOYJOY merupakan camilan yang terbuat dari kedelai utuh, tinggi protein, dan tinggi serat. Jadikan SOYJOY sebagai #Soylution camilanmu ya!

Referensi:

  1. Barasi, M.E. (2003). Human Nutrition: A Health Perspective. 2nd ed. London: Hodder Arnold.
  2. Messina M. (2016). Soy and Health Update: Evaluation of the Clinical and Epidemiologic Literature. Nutrients, 8(12), 754.
  3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Data Komposisi Pangan Indonesia. [online] Available at: https://www.panganku.org/id-ID/view (Accessed 15th February 2021).
  4. Sugano, M. (Ed.). (2005). Soy in health and disease prevention. CRC Press.
  5. Madell, R. & Nall, R. (2020). Good Fats, Bad Fats, and Heart Disease. [online] Available at: https://www.healthline.com/health/heart-disease/good-fats-vs-bad-fats (Accessed 16th Februari 2021).
  6. Rizzo, G., & Baroni, L. (2018). Soy, Soy Foods and Their Role in Vegetarian Diets. Nutrients, 10(1), 43.
  7. Whitney, E. N., & Rolfes, S. R. (2016). Understanding nutrition. 14th Ed.  Stamford: Cengage Learning.
  8. Hu, X., Gao, J., Zhang, Q., Fu, Y., Li, K., Zhu, S., & Li, D. (2013). Soy fiber improves weight loss and lipid profile in overweight and obese adults: a randomized controlled trial. Molecular nutrition & food research, 57(12), 2147–2154.
Sadari Hidden Diabetes, Are You?

Sadari Hidden Diabetes, Are You?

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, diperkirakan 14 juta orang Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas atau sekitar 8.5% penduduk Indonesia menderita diabetes melitus (DM) (1,2). Hanya 25% atau 1 dari 4 orang penderita diabetes yang sadar bahwa dirinya menderita diabetes (1). Diabetes dikenal sebagai ‘silent killer’ atau pembunuh diam-diam, karena dapat merenggut nyawa jika tidak disadari sedini mungkin (3).

Waspadai tanda-tanda orang yang mungkin mengalami hidden diabetes (4):

  1. Usia >45 tahun tanpa faktor risiko di bawah ini
  2. Orang dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh (IMT ≥ 23 kg/m2) yang disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut:
    • Aktivitas fisik kurang
    • Mempunyai riwayat keturunan DM dalam keluarga
    • Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir >4kg atau mempunyai riwayat gula darah tinggi saat hamil (gula darah puasa ≥ 92 mg/dL)
    • Tekanan darah tinggi (hipertensi, ≥140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk hipertensi)
    • Kadar kolesterol HDL <35 mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL
    • Wanita dengan sindrom polikistik ovarium (PCOS)
    • Riwayat prediabetes (gula darah puasa = 100-125 mg/dL)
    • Obesitas berat, kulit menggelap di bagian lipatan tubuh
    • Riwayat penyakit kardiovaskular

Jangan lupa ya periksa gula darah rutin untuk mendeteksi dini dan menjaga kadar gula darah sedini mungkin.

Konsisten bergaya hidup sehat dengan menjaga berat badan, menjaga pola makan yang baik serta rajin berolahraga untuk mengurangi risiko terkena diabetes (5). SOYJOY dapat menjadi #soylution camilan baik untuk jaga pola makan sehat karena terbuat dari kedelai utuh, sumber protein dan tinggi serat.

Referensi:

  1. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. (2020). InfoDATIN Diabetes Melitus. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
  2. Badan Pusat Statistik. (2010). Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin. [online] Available at: https://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=336&wid=0. (Accessed 8th Jan 2020).
  3. Rahim, F. F., Abdulrahman, S. A., Kader Maideen, S. F., & Rashid, A. (2020). Prevalence and factors associated with prediabetes and diabetes in fishing communities in penang, Malaysia: A cross-sectional study. PloS one, 15(2), e0228570.
  4. Soelistijo, S. A. et al. (2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Di Indonesia 2015. Jakarta: PB Perkeni.
  5. Harvard T.H. Chan School. (n.d.). Simple Steps to Preventing Diabetes. [online] Available at: https://www.hsph.harvard.edu/nutritionsource/disease-prevention/diabetes-prevention/preventing-diabetes-full-story/ (Accessed 16th October 2020).