by deny@soyjoy | Mar 26, 2025 | Healthy Living, SOYJOY Kurma Nastar, Soylution, Uncategorized
Ramadan adalah salah satu bulan yang ditunggu-tunggu oleh umat islam di seluruh dunia, tak terkecuali penyadang diabetes atau yang kita kenal dengan diabetesi. Pada bulan ini umat islam memiliki kewajiban untuk menjalankan ibadah puasa yang dilakukan sejak sebelum terbitnya Fajar hingga terbenamnya matahari. Berdasarkan beberapa penelitian, orang-orang mungkin akan mengalami beberapa perubahan dalam kehidupan sehari-hari, seperti kebiasaan makan, kebiasaan tidur, dan mungkin juga perubahan metabolisme tubuh1.
Pertanyaan terbesar yang kerap kali muncul adalah “apakah diabetesi boleh berpuasa?”. Kekhawatiran utama yang sering muncul adalah bagaimana cara menjaga kadar gula darah tetap stabil selama menjalani puasa seharian. Kabar baiknya, menurut Perhimpunan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) dan International Diabetes Federation (IDF), diabetesi tetap dapat menjalankan ibadah puasa asalkan memenuhi beberapa prasyarat penting berikut:
1. Gula darah terkontrol dengan baik
Sebelum memutuskan untuk berpuasa, diabetesi perlu melakukan pemeriksaaan kesehatan seperti pemeriksaan kadar gula darah, tekanan darah, lemak darah. Umumnya, apabila gula darah terkontrol dengan baik, kesempatan untuk berpuasa akan lebih besar. Selain itu, diabetesi juga akan dinilai kategori risikonya, apabila termasuk dalam kategori rendah, maka diperbolehkan untuk berpuasa2,3.
2. Tidak memiliki komplikasi diabetes berat
Diabetesi yang mengalami komplikasi seperti gangguan ginjal, penyakit jantung, atau riwayat hipoglikemia berulang sebaiknya menghindari puasa. Komplikasi ini bisa memperburuk kondisi tubuh saat tidak mendapat asupan makanan dan minuman dalam waktu lama4.
3. Mendapat persetujuan dari dokter
Sebelum berpuasa, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter atau ahli gizi agar mendapatkan rekomendasi pola makan dan pengaturan obat yang sesuai. Dokter mungkin akan melakukan beberapa penyesuaian dalam dosis atau jenis obat yang dikonsumsi.
4. Mampu mengenali tanda-tanda hipoglikemia dan hiperglikemia
Saat berpuasa, diabetesi harus peka terhadap kondisi tubuhnya. Jika merasa lemas, berkeringat dingin, pusing, atau gemetar, itu bisa menjadi tanda hipoglikemia (gula darah terlalu rendah). Sebaliknya, jika merasa haus berlebihan, sering buang air kecil, atau kelelahan ekstrem, itu bisa menjadi tanda hiperglikemia (gula darah terlalu tinggi). Jika gejala ini muncul, sebaiknya segera membatalkan puasa dan mengonsumsi makanan yang tepat2,3.
Pengaturan makan untuk diabetesi saat berpuasa
Setelah memenuhi prasyarat di atas, hal yang tidak kalah penting bagi diabetesi adalah mengetahui pengaturan makan saat berpuasa. Diabetesi disarankan untuk mengakhirkan makan sahur dan segera berbuka ketika waktu buka tiba4. Selain itu diabetesi juga harus memilih jenis makanan yang tepat saat sahur dan berbuka. Salah satu prinsip utama yang harus diperhatikan adalah konsumsi makanan tinggi serat dan rendah indeks glikemik (IG).
- • Makanan tinggi serat, seperti sayuran hijau, biji-bijian utuh, dan kacang-kacangan, membantu memperlambat penyerapan glukosa di dalam usus sehingga kadar gula darah lebih stabil sepanjang hari5.
- • Makanan dengan indeks glikemik rendah, seperti beras merah, oatmeal, dan ubi, tidak menyebabkan lonjakan gula darah yang drastis setelah makan, sehingga energi lebih bertahan lama. Penerapan pola makan rendah indeks glikemik (GI) adalah salah satu strategi yang disarankan untuk penyandang diabetes selama Ramadan6.

Salah satu camilan yang dapat menunjang pola makan rendah indeks glikemik adalah SOYJOY. Camilan ini memiliki indeks glikemik yang rendah, dan juga kandungan
serat yang tinggi, sehingga cocok untuk menemani diabetesi baik saat sahur, berbuka, maupun setelah tarawih karena bantu jaga gula darah tetap stabil, loh! Apalagi kini telah hadir variasi rasa baru, yaitu SOYJOY Kurma Nastar yang merupakan kombinasi dari kebaikan kedelai, kurma, dan nanas sehingga menimbulkan sensasi kelezatan kue nastar yang tidak hanya enak namun juga bisa bantu jaga gula darah tetap stabil.
Sudah coba SOYJOY Kurma Nastar pada momen puasa kali ini?
Author: Dian Rahma, S.Gz, Dietisien
Referensi:
1. Norhasanah, N., & Salman, Y. (2021). Penyuluhan Gizi Online dengan Media Video Audio Visual “Tetap Fit Saat Puasa dan Pasca Puasa dengan Gizi Seimbang”. Jurnal Abdimas Kesehatan (JAK), 3(1), 33-40.
2. PERKENI. (2021). Pedoman pengelolaan dan pencegahan Diabetes melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia. PB Perkeni, 46.
3. Hassanein, M., Afandi, B., Ahmedani, M. Y., Alamoudi, R. M., Alawadi, F., Bajaj, H. S., … & Zainudin, S. B. (2022). Diabetes and Ramadan: practical guidelines 2021. Diabetes research and clinical practice, 185, 109185.
4. PERKENI. (2022). Pedoman Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Individu Dewasa di Bulan Ramadan.
5. Mao, T., Huang, F., Zhu, X., Wei, D., & Chen, L. (2021). Effects of dietary fiber on glycemic control and insulin sensitivity in patients with type 2 diabetes: A systematic review and meta-analysis. Journal of Functional Foods, 82, 104500.
6. Balzer, B. W., Atkinson, F. S., Bell, K. J., & Steinbeck, K. S. (2015). Low glycemic index dietary interventions in cystic fibrosis. Diet and Exercise in Cystic Fibrosis, 209-219.
by deny@soyjoy | Mar 26, 2025 | Healthy Living, SOYJOY Kurma Nastar, Soylution
Berbuka puasa adalah momen yang sangat dinantikan setelah seharian menahan lapar dan dahaga. Namun, sering kali seseorang mengalami keinginan untuk makan secara berlebihan, atau yang sering disebut sebagai “kalap makan.”
Kondisi ini dapat berdampak negatif pada kesehatan, seperti gangguan pencernaan, peningkatan berat badan, hingga lonjakan kadar gula darah secara mendadak. Oleh karena itu, penting untuk memahami penyebab terjadinya kalap makan dan tips untuk mengatasinya agar berbuka puasa tetap sehat dan terkendali.
Mengapa kalap makan terjadi saat berbuka?
Setelah berpuasa seharian, tubuh mengalami penurunan kadar gula darah dan perut dalam keadaan kosong dalam waktu yang cukup lama. Hal inilah yang memicu sinyal lapar lebih kuat, sehingga ketika waktu berbuka tiba, keinginan untuk makan dalam jumlah besar sulit dikendalikan. Jika tidak diatur dengan baik, kebiasaan ini dapat menyebabkan perut terasa begah, mual, serta lonjakan kadar gula darah yang berisiko terutama bagi penderita diabetes dan orang dengan gangguan metabolisme lainnya1.
Tips anti kalap makan saat berbuka
Kalap makan dapat dihindari dengan mengikuti anjuran yang tepat saat berbuka. Berikut merupakan beberapa tips agar tidak kalap makan saat berbuka:
1. Mulailah dengan porsi kecil
Awali dengan makanan ringan sebelum melanjutkan ke hidangan utama. Misalnya dengan mengonsumsi segelas air dan beberapa butir kurma, merupakan opsi makanan pembuka yang baik karena mengandung gula alami yang memberikan energi secara instan tanpa menyebabkan lonjakan kadar gula darah yang drastis.
2. Kunyah makanan dengan perlahan
Mengunyah makanan dengan perlahan mampu memberikan waktu bagi tubuh untuk mengirim sinyal kenyang ke otak, sehingga mencegah makan berlebihan2.
3. Hindari makanan tinggi gula dan lemak
Walaupun makanan tinggi gula dan lemak, seperti minuman dan makanan manis serta gorengan banyak tersaji saat berbuka, namun kita tetap harus bijak dalam memilih konsumsi makanan tersebut. Penelitian menunjukkan bahwa konsumsi makanan tinggi lemak saat berbuka dapat memberikan sensasi heartburn, sehingga lebih baik dihindari1.
4. Prioritaskan konsumsi makanan tinggi protein
Sertakan beberapa sumber protein, seperti telur, lentil, kacang-kacangan atau buncis. Makanan berprotein adalah bagian penting dari komposisi makanan saat berbuka karena tidak hanya membantu memicu rasa kenyang, namun juga memiliki dampak yang lebih kecil pada kadar glukosa darah3.
5. Pilih makanan tinggi serat
Kaya akan serat, buah-buahan, sayuran, dan kacang-kacangan sangat penting dikonsumsi pada saat berbuka karena dapat meningkatkan rasa kenyang sehingga dapat menghindari kalap makan. Sertakan buah-buahan seperti semangka dan kiwi, sayuran seperti mentimun, dan kacang-kacangan seperti kedelai. Buah dan sayuran menyediakan serat dan mengurangi risiko sembelit3.

Kini telah hadir camilan tinggi serat dengan sensasi kue nastar yang lezat, yaitu SOYJOY Kurma Nastar. Camilan ini dibuat dari kebaikan kedelai, kurma, dan nanas yang tinggi serat, sehingga bantu kamu kenyang lebih lama dan cegah kalap makan4. Selain manfaatnya untuk bantu cegah kalap makan, varian ini hadir dengan sensasi kelezatan kue nastar, loh! Apakah kamu sudah coba?
Author: Dian Rahma, S.Gz, Dietisien
Referensi:
1. Shadman Z, Akhoundan M, Poorsoltan N, Khoshniat Nikoo M, Larijani B, Akhgar Zhand C, Soleymanzadeh M, Alsadat Seyed Rohani Z, Jamshidi Z. Nutritional Education Needs in Relation to Ramadan Fasting and Its Complications in Tehran, Iran. Iran Red Crescent Med J. 2016 Jun 8;18(8):e26130. doi: 10.5812/ircmj.26130. PMID: 27781112; PMCID: PMC5066803.
2. Wallace, M., O’Hara, H., Watson, S., Goh, A. T., Forde, C. G., McKenna, G., & Woodside, J. V. (2023). Combined effect of eating speed instructions and food texture modification on eating rate, appetite and later food intake. Appetite, 184, 106505.
3. Mehar, S. (2024). Fasting and feasting safely with type 2 diabetes in the month of Ramadan. Journal of Diabetes Nursing, 28(1).
4. Listyarani, H., Prayudani, A. P. G., Prihandari, R., Prangdimurti, E., & Astawan, M. (2024, June). Effect of snack bar type on satiation and sensory acceptance in young adults. In IOP Conference Series: Earth
Author : Dian Rahma – Scientific & Regulatory Affairs
Editor : Deny Nurkhaedi Ramadhani – Graphic Design Marketing SOYJOY
by deny@soyjoy | Mar 7, 2025 | Healthy Living, Soylution, Sport
Makanan tinggi protein masih menjadi primadona di kalangan sport enthusiast. Hal ini tidak terlepas dari beberapa fungsi protein itu sendiri, seperti untuk memperbaiki dan membangun kembali jaringan otot yang rusak, membantu pembentukan massa otot baru, mengurangi kerusakan otot, serta membantu mempercepat proses pemulihan1,2,3. Namun untuk memenuhi kebutuhan protein harian, sering kali terdapat beberapa tantangan. Misalnya pada orang yang memiliki sensitivitas atau intoleransi dengan gluten, mereka harus lebih jeli lagi dalam memilih makanan tinggi protein yang juga bebas dari gluten.
Konsumsi produk bebas gluten cukup menjadi trending di berbagai kalangan, mulai dari masyarakat umum, sport enthusiast, bahkan atlet. Namun beberapa makanan bebas gluten dalam kemasan cenderung memiliki komposisi zat gizi yang kurang seimbang, seperti rendah protein4. Sehingga perlu ketelitian yang lebih tinggi pada saat memilih makanan yang bebas gluten. Namun apa sih sebenarnya makanan bebas gluten itu? Lalu apa kelebihannya ketika kita memilih snack bar tinggi protein bebas gluten? Yuk kita simak penjelasan lengkapnya!
Apa Itu Gluten?

Gluten adalah protein yang terdapat dalam biji-bijian seperti gandum, barley, dan rye. Gluten sebenarnya memiliki peran penting, yaitu memberikan elastisitas pada adonan roti dan membantu makanan mempertahankan bentuknya5.
Bagi orang yang tidak menderita autoimun terhadap gluten atau biasa dikenal dengan Celiac disease, maupun mereka yang intoleran terhadap gluten, konsumsi makanan bebas gluten tidak memiliki efek yang signifikan terhadap performa olahraga6. Namun kondisi ini tentu sangat berbeda pada orang yang memiliki penyakit celiac atau intoleransi gluten, konsumsi makanan yang mengandung gluten menyebabkan berbagai gangguan kesehatan hingga pada kondisi serius.
Dampak gluten pada tubuh
Gluten memiliki dampak yang cukup signifikan apabila dikonsumsi oleh orang yang memiliki penyakit celiac atau intoleransi terhadap gluten, seperti:
- Gangguan Pencernaan
Bagi mereka yang memiliki intoleransi gluten atau penyakit celiac, mengonsumsi gluten dapat menyebabkan gangguan pencernaan seperti kembung, diare, dan sakit perut7. Gangguan ini tentu saja dapat mengganggu performa berolahraga.
Bahkan bagi mereka yang tidak memiliki intoleransi gluten, ada beberapa laporan tentang gangguan pencernaan ringan setelah mengonsumsi gluten dalam jumlah besar, yang dapat mempengaruhi kenyamanan dan performa saat berolahraga8.
- Penyerapan zat gizi
Bagi penderita penyakit celiac, gluten dapat menyebabkan peradangan kronis pada usus. Peradangan ini bisa menghambat penyerapan zat gizi penting yang diperlukan untuk performa otot dan pemulihan setelah berolahraga9,10,11.
- Peradangan
Konsumsi gluten pada individu yang sensitif dapat menyebabkan peradangan kronis, yang dapat mempengaruhi kesehatan dan performa secara keseluruhan12. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa diet bebas gluten dapat mengurangi peradangan pada orang yang sensitif terhadap gluten, yang dapat berkontribusi pada pemulihan otot yang lebih cepat13.
Kelebihan snack bar tinggi protein dan bebas gluten
Snack bar tinggi protein dan bebas gluten menawarkan berbagai manfaat yang dapat membantu kamu mencapai performa olahraga yang optimal. Berikut adalah beberapa kelebihannya:
- Sumber Energi yang Stabil dan Mendukung Pemulihan Otot
Snack bar bebas gluten sering kali terbuat dari bahan-bahan seperti kacang-kacangan, biji-bijian, dan buah-buahan kering yang memberikan energi tahan lama tanpa lonjakan gula darah yang drastis. Hal ini akan membuat tubuh kamu mendapatkan energi yang stabil dan mencegah kelelahan. Selain itu, protein dalam snack bar juga dapat membantu memperbaiki dan membangun otot setelah latihan intensif. Hal ini penting untuk pemulihan otot dan mencegah cedera1,2,3.
- Praktis Dikonsumsi dan Mudah Dibawa
Snack bar adalah camilan yang praktis untuk kamu konsumsi dan mudah dibawa, sehingga menjadikannya pilihan ideal untuk kamu konsumsi baik pada saat sebelum maupun setelah latihan atau sebagai snacking bergizi saat bepergian.
- Mengurangi Risiko Gangguan Pencernaan
Bagi mereka yang sensitif terhadap gluten, snack bar bebas gluten mengurangi risiko gangguan pencernaan yang dapat mengganggu latihan dan performa olahraga14.
Nah ada sedikit tips nih buat kamu yang sensitif terhadap gluten! Pastikan untuk selalu membaca label kemasan, sehinga kamu benar-benar yakin snack bar yang akan kamu konsumsi terbuat dari bahan-bahan berkualitas dan bebas gluten tentunya.

Kamu bisa memilih dan menjadikan SOYJOY sebagai snack bar bebas gluten yang tentunya tinggi protein loh! Terutama pada varian SOYJOY Open Sesame, dimana dalam setiap bar nya mengandung protein lebih tinggi hingga sebesar 7 gram. Selain itu karena SOYJOY dibuat dari kebaikan kedelai utuh dan bahan-bahan bebas gluten, sehingga aman untuk dikonsumsi bagi kamu yang memiliki sensitivitas terhadap gluten.
Sudah makan SOYJOY hari ini?
Referensi:
- Jäger, R., Kerksick, C. M., Campbell, B. I., Cribb, P. J., Wells, S. D., Skwiat, T. M., … & Antonio, J. (2017). International society of sports nutrition position stand: protein and exercise. Journal of the International Society of Sports Nutrition, 14, 1-25.
- Moore, D. R. (2019). Maximizing post-exercise anabolism: the case for relative protein intakes. Frontiers in nutrition, 6, 485822.
- Deutz, N. E., Bauer, J. M., Barazzoni, R., Biolo, G., Boirie, Y., Bosy-Westphal, A., … & Calder, P. C. (2014). Protein intake and exercise for optimal muscle function with aging: recommendations from the ESPEN Expert Group. Clinical nutrition, 33(6), 929-936.
- Kulai, T., & Rashid, M. (2014). Assessment of nutritional adequacy of packaged gluten-free food products. Canadian Journal of Dietetic Practice and Research, 75(4), 186-190.
- Giménez, M. J., Gil-Humanes, J., Alvarez, J. B., & Barro, F. (2015). Cereals Taxonomy: The Role of Domestication and Breeding on Gluten Intolerance. Advances in the Understanding of Gluten related Pathology and the Evolution of Gluten-Free Foods, 493.
- Lis, D., Stellingwerff, T., Kitic, C. M., Ahuja, K. D., & Fell, J. (2015). No effects of a short-term gluten-free diet on performance in nonceliac athletes. Medicine & Science in Sports & Exercise, 47(12), 2563-2570.
- Salomatov, A., Shcherbakova, E., & Mezentcev, V. (2019, November). Gluten Free Food in the diet of athletes. In 4th International Conference on Innovations in Sports, Tourism and Instructional Science (ICISTIS 2019) (pp. 234-237). Atlantis Press.
- Al-Toma, A., Volta, U., Auricchio, R., Castillejo, G., Sanders, D. S., Cellier, C., … & Lundin, K. E. (2019). European Society for the Study of Coeliac Disease (ESsCD) guideline for coeliac disease and other gluten-related disorders. United European gastroenterology journal, 7(5), 583-613.
- Biesiekierski, J. R. (2017). What is gluten?. Journal of gastroenterology and hepatology, 32, 78-81.
- Cabanillas, B. (2020). Gluten-related disorders: Celiac disease, wheat allergy, and nonceliac gluten sensitivity. Critical reviews in food science and nutrition, 60(15), 2606-2621.
- Elli, L., Branchi, F., Tomba, C., Villalta, D., Norsa, L., Ferretti, F., … & Bardella, M. T. (2015). Diagnosis of gluten related disorders: Celiac disease, wheat allergy and non-celiac gluten sensitivity. World journal of gastroenterology: WJG, 21(23), 7110.
- Ziegler, K., Neumann, J., Liu, F., Fröhlich-Nowoisky, J., Cremer, C., Saloga, J., … & Lucas, K. (2019). Nitration of wheat amylase trypsin inhibitors increases their innate and adaptive immunostimulatory potential in vitro. Frontiers in immunology, 9, 3174.
- D’angelo, S. T. E. F. A. N. I. A., Cusano, P., & Di Palma, D. (2020). Gluten-free diets in athletes. Journal of Physical Education and Sport, 20, 2330-2336.
- Lis, D. M., Fell, J. W., Ahuja, K. D., Kitic, C. M., & Stellingwerff, T. (2016). Commercial Hype Versus Reality: Our Current Scientific Understanding of Gluten and Athletic Performance. Current sports medicine reports, 15(4), 262–268. https://doi.org/10.1249/JSR.0000000000000282
Author : Dian Rahma – Scientific & Regulatory Affairs
Editor : Deny Nurkhaedi Ramadhani – Graphic Design Marketing SOYJOY
by deny@soyjoy | Mar 6, 2025 | Healthy Living, Soylution
Melewati awal tahun 2025, semakin banyak pemberitaan terkait dengan masalah kesehatan yang cukup mengkhawatirkan dan perlu menjadi perhatian kita saat ini, yaitu adanya peningkatan penderita Prediabetes dan Diabetes Melitus jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini terbukti dari perbandingan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 20181 dan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 20232, dimana angka penderita Diabetes Melitus pada penduduk berusia ≥ 15 tahun meningkat dari 10,9% menjadi 11,7%. Hasil temuan pada SKI ternyata lebih tinggi jika dibandingkan estimasi prevalensi dari International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2021 loh3!
Namun, tahukah kamu bahwa diabetes sebenarnya dapat dicegah sejak fase prediabetes dengan melakukan perubahan gaya hidup dan perawatan yang tepat? Yuk, kita bahas lebih lanjut tentang pentingnya skrining prediabetes sebagai mid-year check point!
Diabetes dan Prediabetes di Indonesia
Diabetes adalah kondisi di mana kadar gula darah seseorang melebihi batas normal. Kondisi ini dapat menyebabkan berbagai komplikasi serius seperti penyakit jantung, kerusakan saraf, dan masalah penglihatan4.
Di Indonesia, prevalensi diabetes terus meningkat akibat gaya hidup yang tidak sehat dan kurangnya kesadaran akan pentingnya pemeriksaan rutin1,2.
Prediabetes adalah suatu kondisi di mana kadar gula darah seseorang lebih tinggi dari normal, tetapi belum cukup tinggi untuk didiagnosis sebagai diabetes tipe 2. Prediabetes dapat diidentifikasi dari hasil gula darah puasa (GDP) sebesar 100-125 mg/dL; atau gula darah 2 jam setelah TTGO 140-200 mg/dL; atau HbA1c 5,7-6,4%4.
Di Indonesia sendiri, 1 dari 3 orang berusia ≥ 15 tahun yang diperiksa gula darahnya memiliki hasil yang tergolong ke dalam prediabetes2.
Prediabetes adalah tanda peringatan bahwa kamu berisiko tinggi terkena diabetes. Pada pengamatan individu dengan prediabetes dalam perkembangannya mempunyai 3 kemungkinan, yaitu berkembang menjadi diabetes, tetap sebagai prediabetes, dan sepertiganya akan kembali ke gula darah normal. Namun, dengan deteksi dini dan perubahan gaya hidup yang tepat, prediabetes bisa diatasi sebelum berkembang menjadi diabetes5.
Siapa saja yang disarankan untuk melakukan pemeriksaan prediabetes secara rutin4?
- Orang yang memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥ 23 kg/m²
- Memiliki riwayat keturunan diabetes dalam keluarga
- Aktivitas fisik harian yang kurang
- Hipertensi atau tekanan darah tinggi (≥ 140/90 mmHg)
- HDL <35 mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL
- Wanita dengan sindrom polokistik ovarium (PCOS)
- Wanita dengan riwayat diabetes gestasional atau riwayat melahirkan bayi dengan berat badan >4 kg
- Serta memiliki riwayat pemeriksaan prediabetes sebelumnya
Pola Hidup Sehat untuk Mencegah Prediabetes Berkembang menjadi Diabetes
Mengubah gaya hidup adalah kunci untuk mencegah prediabetes berkembang menjadi diabetes. Berikut ada beberapa tips pola hidup sehat yang dapat kamu terapkan nih!
1. Makan Sehat
Beberapa studi menyimpulkan bahwa pengaturan pola makan dapat mengurangi risiko prediabetes berkembang menjadi diabetes sebesar 32%6. Utamakan konsumsi makanan yang tinggi serat, seperti sayur-sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian. Makanan yang tinggi gula dan lemak juga sebaiknya dihindari7. Selain itu, pilihlah makanan atau camilan yang mempunyai indeks glikemik rendah, seperti SOYJOY yang terbuat dari kedelai utuh, tinggi protein dan serat sehingga bisa bantu jaga gula darah kamu tetap stabil.
2. Aktivitas Fisik dan Olahraga
Aktivitas fisik dan olahraga merupakan bagian yang tidak kalah penting dalam penanganan prediabetes. Proporsi penderita diabetes usia 18-59 tahun yang melakukan aktivitas fisik kurang, 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan penderita diabetes yang melakukan aktivitas fisik cukup. Studi membuktikan aktivitas fisik dan olahraga dapat menurunkan risiko diabetes sampai dengan 42% dan apabila dikombinasikan dengan perbaikan pola makan, risiko dapat menurun hingga 58%2.
Hal ini karena peningkatan aktivitas fisik dan olahraga dapatmenurunkan peningkatkan kadar gula darah setelah makan, memperbaiki metabolisme tubuh, serta membantu memperbaiki respon tubuh terhadap hormon insulin yang mengatur kadar gula dalam darah. Lakukan aktivitas fisik dan olahraga setidaknya 150 menit dalam seminggu, seperti berjalan kaki, jogging, bersepeda, atau latihan angkat beban untuk meningkatkan massa otot tubuh5.
3. Pantau Berat Badan
Mencapai dan menjaga berat badan ideal dapat membantu mengurangi risiko diabetes. Sebuah studi menunjukkan bahwa penurunan 1 kg berat badan akan menurunkan risiko diabetes sebesar 7%8. Selain memantau berat badan secara keseluruhan, penting juga untuk memperhatikan lingkar perut kamu jangan sampai tergolong obesitas sentral (lingkar perut >80 cm untuk wanita dan >90 cm untuk laki-laki). Berdasarkan salah satu penelitian di Jepang, individu dengan obesitas sentral memiliki risiko 72% lebih tinggi terkena diabetes dibandingkan individu tanpa obesitas sentral9. Pada penderita diabetes usia 18-59 tahun yang tergolong obesitas sentral, jumlahnya 3 kali lebih tinggi dibandingkan penderita diabetes yang memiliki lingkar perut dibawah itu.
4. Hindari Konsumsi Alkohol dan Merokok
Setelah mengatur pola makan, berolahraga, dan menjaga berat badan ideal, kini saatnya juga untuk mulai mengurangi kebiasaan buruk seperti merokok dan mengonsumsi alkohol. Merokok dapat meningkatkan risiko diabetes dan komplikasi lainnya. Terdapat peningkatan risiko dua kali lipat untuk menjadi diabetes pada individu yang merokok dibandingkan dengan mereka yang tidak merokok5. Selain itu, alkohol pada umumnya memiliki kandungan gula yang cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan risiko diabetes.
Meningkatnya jumlah penderita diabetes di Indonesia adalah masalah serius yang perlu perhatian kita semua. Namun, dengan melakukan pemeriksaan prediabetes secara rutin, kita dapat mendeteksi kondisi ini sejak dini dan mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan. Pola hidup sehat seperti memilih makanan bergizi, berolahraga rutin, dan menjaga berat badan ideal adalah langkah-langkah penting untuk mencegah prediabetes berkembang menjadi diabetes.
Jadi, jangan ragu untuk melakukan pemeriksaan rutin dan memulai perubahan gaya hidup sehat sekarang juga, ya!
Referensi:
- Kemenkes, R. I. (2018). Laporan hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS) Indonesia tahun 2018. Riset Kesehatan Dasar, 2018, 182-183.
- Kementerian Kesehatan, R. I. (2023). Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023. Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.
- Federation, I. D. (2021). IDF diabetes atlas, tenth. International Diabetes.
- PERKENI. (2021). Pedoman pengelolaan dan pencegahan Diabetes melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia. PB Perkeni, 46.
- PERSADIA dan PERKENI. (2019). Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Prediabetes di Indonesia 2019. Surabaya: Airlangga University Press. ISBN 987-602-473-588-3
- Evert, A. B., Dennison, M., Gardner, C. D., Garvey, W. T., Lau, K. H. K., MacLeod, J., … & Yancy Jr, W. S. (2019). Nutrition therapy for adults with diabetes or prediabetes: a consensus report. Diabetes care, 42(5), 731.
- NICE. (2019). Type 2 Diabetes: prevention in people at high risk. National Institute for Health and Care Excellence 2019.
- Haw, J. S., Galaviz, K. I., Straus, A. N., Kowalski, A. J., Magee, M. J., Weber, M. B., … & Ali, M. K. (2017). Long-term sustainability of diabetes prevention approaches: a systematic review and meta-analysis of randomized clinical trials. JAMA internal medicine, 177(12), 1808-1817.
- Cao, C., Hu, H., Zheng, X., Zhang, X., Wang, Y., & He, Y. (2022). Association between central obesity and incident diabetes mellitus among Japanese: a retrospective cohort study using propensity score matching. Scientific Reports, 12(1), 13445.
Author : Dian Rahma – Scientific & Regulatory Affairs
Editor : Deny Nurkhaedi Ramadhani – Graphic Design Marketing SOYJOY
by deny@soyjoy | Mar 6, 2025 | Healthy Living, Soylution
Pola makan dan pola hidup merupakan hal yang krusial dalam penanganan diabetes.
Bagi diabetesi, menjaga gula darah tetap stabil adalah prioritas utama karena dapat mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, seperti komplikasi pada diabetes. Salah satu pola makan yang direkomendasikan adalah dengan mengikuti konsep pola makan 3J, yaitu tepat jadwal, tepat jumlah, dan tepat jenis.
Selain makan pada jadwal yang teratur dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan, pemilihan jenis makanan juga harus menjadi perhatian khusus diabetesi. Misalnya, pemilihan jenis karbohidrat yang lebih kompleks dan tinggi serat, rendah lemak jenuh, serta rendah natrium. Selain itu diabetesi juga disarankan untuk memilih jenis makanan yang memiliki indeks glikemik dan beban glikemik yang rendah1,2.
Pentingnya Indeks Glikemik (IG) dan Beban Glikemik (BG)
Indeks Glikemik (IG) menunjukkan kecepatan makanan meningkatkan gula darah. Sedangkan konsep Beban Glikemik (BG) menggabungkan kualitas (yaitu indeks glikemik) dengan jumlah karbohidrat tersedia dalam satu porsi makanan yang dikonsumsi. Oleh karena itu, BG akan memberikan gambaran yang lebih akurat mengenai dampak total dari sebuah makanan ketika dikonsumsi terhadap gula darah3.
Berdasarkan BG-nya, makanan dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu BG rendah (≤10), sedang (11-19), atau tinggi (≥20)4.
Memilih makanan dengan BG rendah memiliki manfaat besar bagi diabetesi, karena membantu mengontrol gula darah, mencegah kenaikan gula darah yang tiba-tiba, dan mengurangi risiko komplikasi diabetes5.
Sebuah makanan mungkin memiliki indeks glikemik yang tinggi. Namun apabila kandungan karbohidrat pada rata-rata pernyajian tidak berlebihan, maka tidak akan berdampak signifikan dalam meningkatkan kadar gula darah. Pada konsep inilah suatu makanan dapat dikatakan memiliki beban glikemik yang rendah.
Sebagai contoh:
- Semangka memiliki IG sedang (55) tetapi BG rendah (8) karena kandungan karbohidratnya kecil6.
- Namun, seperti nasi putih yang memiliki IG dan BG tinggi, sehingga sebaiknya dibatasi atau dihindari konsumsinya7.
Camilan yang memiliki BG rendah
Tenang, bagi diabetesi yang ingin mengonsumsi camilan dengan BG yang rendah, SOYJOY hadir untuk menjawab keresahan tersebut. SOYJOY merupakan snack bar yang terbuat dari kedelai utuh, tinggi protein dan juga serat, serta memiliki indeks glikemik dan beban glikemik yang rendah loh! Seluruh varian SOYJOY telah teruji secara klinis memiliki beban glikemik pada rentang 1 hingga 4 saja. Selain itu, SOYJOY juga telah teruji secara klinis mampu mengontrol gula darah diabetesi jika dibandingkan camilan lain8.
Jadi, jangan lupa perhatikan beban glikemik makananmu juga ya!
Referensi:
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2022). Prinsip 3J penderita diabetes. Retrieved from https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1671/prinsip-3j-penderita-diabetes
- PERKENI. (2021). Pedoman pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia 2021. PB. PERKENI.
- Bao, J., Atkinson, F., Petocz, P., Willett, W. C., & Brand-Miller, J. C. (2011). Prediction of postprandial glycemia and insulinemia in lean, young, healthy adults: glycemic load compared with carbohydrate content alone. The American journal of clinical nutrition, 93(5), 984-996.
- Kim, D. (2020). Glycemic index. In Obesity (pp. 183-189). Elsevier.
- Peres, M., Costa, H. S., Silva, M. A., & Albuquerque, T. G. (2023). The Health Effects of Low Glycemic Index and Low Glycemic Load Interventions on Prediabetes and Type 2 Diabetes Mellitus: A Literature Review of RCTs. Nutrients, 15(24), 5060. https://doi.org/10.3390/nu15245060
- Robert, S. D., Ismail, A. A. S., Winn, T., & Wolever, T. (2008). Glycemic index of common Malaysian fruits. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition, 17(1). From: Glycemic index database: Watermelon. University of Sydney, Australia.
- University of Sydney. Glycemic index database: White rice.
- Nurdin, N. M., Navratilova, H. F., Ekawidyani, K. R., & Kurniawan, M. Y. (2022). Soy flour snack bars lower glycaemic response in type 2 diabetes mellitus: A randomized cross-over design. Malaysian Journal of Nutrition, 28(2), 163-175.
Author : Dian Rahma – Scientific & Regulatory Affairs
Editor : Deny Nurkhaedi Ramadhani – Graphic Design Marketing SOYJOY
by deny@soyjoy | Mar 6, 2025 | Healthy Living, Soylution
Bulan puasa merupakan salah satu bulan yang dinanti bagi umat muslim di seluruh dunia, tak terkecuali bagi penderita Diabetes Melitus (Diabetesi). Namun, berpuasa adalah kondisi yang cukup menantang bagi Diabetesi karena memiliki berbagai risiko, mulai dari risiko hipoglikemi (gula darah terlalu rendah), hingga komplikasi akibat hiperglikemi (gula darah terlalu tinggi). Perlu adanya serangkaian persiapan yang harus dipahami dan dilakukan oleh Diabetesi dan orang di sekitarnya supaya Diabetesi tetap bisa menjalankan ibadah puasa dengan nyaman, lancar, dan tentunya aman.
Kira-kira apa saja persiapan yang harus dipahami dan dilakukan? Yuk simak penjelasan berikut ini supaya bisa jadi #Soylution agar Diabetesi lancar dan aman berpuasa!
Langkah pertama: lakukan pemeriksaan sebelum bulan puasa
Diabetesi disarankan untuk melakukan serangkaian pemeriksaan dan konsultasi dengan dokter kurang lebih 2 bulan sebelum bulan puasa tiba. Hasil pemeriksaan tersebut akan mengkategorikan Diabetesi ini termasuk dalam kelompok risiko rendah (dapat berpuasa), risiko sedang (disarankan untuk tidak berpuasa), atau risiko tinggi (sebaiknya tidak boleh berpuasa).
Kemudian Diabetesi yang pada akhirnya boleh berpuasa, disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter mengenai dosis dan waktu konsumsi obat. Hal ini tentu akan membantu Diabetesi untuk lebih aware tentang kondisi aktualnya dan harapannya bisa menjalankan ibadah puasa dengan aman dan nyaman1.
Langkah kedua: buatlah rencana makan
Pada saat berpuasa, sebaiknya Diabetesi membagi makan utama dalam 2 waktu yaitu saat berbuka dan sahur, serta menambahkan 1 hingga 2 kali makan kecil diantaranya. Komposisi dalam sekali makan juga harus seimbang, yaitu terdiri dari karbohidrat (40-50%), protein (20-30%), dan lemak (30-35%). Berikut adalah beberapa jenis makanan yang direkomendasikan untuk dikonsumsi selama bulan Ramadan1.

Sumber: PB PERKENI (2022)
Tips:
- Pilihlah sumber karbohidrat kompleks
Karbohidrat kompleks (ubi, jagung, roti gandum, dll) memerlukan waktu yang lebih lama untuk dicerna, sehingga dapat mempertahankan gula darah lebih lama, sehingga seseorang tidak akan terlalu cepat lapar2.
- Jangan lupakan makanan tinggi serat dan protein
Buah dan sayur terutama yang tinggi air sangatlah penting untuk dikonsumsi karena dapat membantu meningkatkan rasa kenyang dan memenuhi kebutuhan cairan tubuh. Selain itu makanan tinggi protein dapat membantu seseorang merasa kenyang, serta memiliki dampak sedikit terhadap kenaikan gula darah karena memili indeks glikemik yang rendah3,4.
Kamu bisa mendapatkan kebaikan makanan yang tinggi serat dan protein serta memiliki indeks glikemik yang rendah dengan mengonsumsi SOYJOY saat sahur. Snack bar yang terbuat dari kedelai utuh ini bisa bantu kenyang lebih lama dan bantu jaga gula darah tetap stabil loh5!
- Hindari minuman berkafein dan makanan tinggi garam
Minuman berkafein memiliki efek diuretik sehingga akan meningkatkan volume urin yang keluar dan hal ini dapat meningkatkan risiko dehidrasi saat berpuasa, begitu pula dengan makanan yang tinggi garam akan cenderung meningkatkan rasa haus6.
Langkah ketiga: perhatikan tanda-tanda bahaya
Bagi Diabetesi dengan risiko tinggi namun tetap memilih untuk berpuasa, waktu yang direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah yaitu sebelum sahur, di pagi hari, tepat siang hari, tengah hari, sebelum berbuka puasa, dua jam setelah berbuka puasa dan kapanpun bila terdapat gejala hipoglikemia atau hiperglikemia.

Sumber: IDF-DAR Diabetes and Ramadan Practical Guidelines (2021)
Penyandang DM harus diedukasi untuk membatalkan puasa apabila dalam pemeriksaan mandiri didapatkan kadar glukosa darah <70 mg/dL, >300 mg/dL, atau terdapat gejala-gejala hipoglikemia (tangan gemetar, berkeringat dingin, dada berdebar, lapar, kebingungan, nyeri kepala, dan perubahan kesadaran), hiperglikemia (rasa haus yang hebat, lapar, sering kencing, lemah, mual/muntah, dan nyeri perut), dehidrasi, serta penyakit akut lainnya7.
Jadi dengan mengikuti rekomendasi di atas, harapannya Diabetesi dapat mempersiapkan kondisi sebelum menjalankan ibadah puasa dengan nyaman dan aman. Sudah siap menyambut bulan puasa yang akan datang?
Referensi:
- Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). (2022). Pedoman Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Individu Dewasa di Bulan Ramadan.
- Akbar A, Shreenath AP. High Fiber Diet. [Updated 2021 May 9]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559033/
- Morell, P., & Fiszman, S. (2017). Revisiting the role of protein-induced satiation and satiety. Food Hydrocolloids, 68, 199-210.
- Xiao, K., Furutani, A., Sasaki, H., Takahashi, M., & Shibata, S. (2022). Effect of a High Protein Diet at Breakfast on Postprandial Glucose Level at Dinner Time in Healthy Adults. Nutrients, 15(1), 85. https://doi.org/10.3390/nu15010085
- Nurdin, N. M., Navratilova, H. F., Ekawidyani, K. R., & Kurniawan, M. Y. (2022). Soy flour snack bars lower glycaemic response in type 2 diabetes mellitus: A randomized cross-over design. Malaysian Journal of Nutrition, 28(2), 163-175.
- Bankir, L., Perucca, J., Norsk, P., Bouby, N., & Damgaard, M. (2017). Relationship between sodium intake and water intake: the false and the true. Annals of Nutrition and Metabolism, 70(Suppl. 1), 51-61.
- Hassanein, M., Afandi, B., Ahmedani, M. Y., Alamoudi, R. M., Alawadi, F., Bajaj, H. S., … & Zainudin, S. B. (2022). Diabetes and Ramadan: practical guidelines 2021. Diabetes research and clinical practice, 185, 109185.
Author : Dian Rahma – Scientific & Regulatory Affairs
Editor : Deny Nurkhaedi Ramadhani – Graphic Design Marketing SOYJOY
Page 2 of 87«12345...102030...»Last »