Cara Deteksi Emotional Eating

Cara Deteksi Emotional Eating

Emotional eating bisa membuat kamu makan berlebihan tanpa disadari. Ini cara mendeteksinya. Emotional eating alias aktivitas makan karena dorongan emosi adalah salah satu biang keladi gagalnya program pencapaian berat badan ideal. Masalahnya, tak sedikit orang yang mengalami emotional eatingnamun tidak menyadarinya. Alhasil, kebiasaan ini baru terdeteksi ketika jarum timbangan sudah jauh tergelincir ke sisi kanan. Sebelum terlambat, kenali tanda-tanda emotional eating dan lakukan sesuatu untuk mengatasinya. Apa itu emotional eating? Yang disebut emotional eating adalah aktivitas makan yang dilakukan untuk menekan atau meredakan emosi negatif yang dirasakan pelakunya, seperti stres, marah, takut, bosan, sedih, dan kesepian. Berbagai masalah, mulai dari putus cinta, beban pekerjaan, kelelahan, masalah finansial, gangguan kesehatan, atau sekadar perasaan bosan, bisa menjadi pemicu perilaku emotional eating. Jenis makanan yang menjadi sasaran perilaku emotional eating biasanya adalah makanan manis, berlemak, dan berkalori tinggi seperti es krim, kue-kue manis, keripik kentang, dan aneka jenis fast food. Pasalnya, jenis-jenis makanan tersebut mampu membuat kadar gula darah melesat seketika setelah disantap, sehingga mendatangkan perasaan senang. Sayangnya, perasaan tersebut hanya muncul sekejap, karena begitu emosi negatif tersebut datang lagi, keinginan untuk makan akan kembali muncul. Ini ciri-ciri kamu mengalami emotional eating Carol Cottrill, ahli gizi dari New York mengatakan bahwa perilaku emotional eating bisa dideteksi dengan mengamati beberapa gejala berikut: 1. Rasa lapar datang tiba-tiba. Rasa lapar yang dipengaruhi oleh emosi hadir secara tiba-tiba, beda dengan rasa lapar karena kebutuhan fisik yang datang secara bertahap. Jika diamati, rasa lapar akibat emotional eating biasanya hadir ketika kamu sedang mengalami perasaan tertekan—misalnya saat menghadapi deadline, baru saja bertengkar, atau sedang kelelahan.   2. Ingin makan makanan tertentu Pelaku emotional eating biasanya merasakan keinginan mendesak untuk makan satu jenis makanan secara spesifik, entah itu cokelat, kukis, es krim, dan sebagainya. Persis seperti gejala “ngidam”. Beda dengan rasa lapar alami yang tidak memiliki target makanan secara spesifik.   3. Tak kunjung kenyang Meski sudah melahap seporsi kentang goreng, satu scoop es krim, atau sebungkus keripik, orang yang makan karena emotional eating tak kunjung merasakan sinyal kenyang. Beda dengan rasa lapar secara fisik yang sudah mulai bisa dipuaskan dengan menyantap seporsi makanan apa pun.   4. Merasa menyesal setelah makan Pelaku emotional eating biasanya merasakan penyesalan setelah selesai makan. Jauh di dalam hati, sebenarnya mereka tahu bahwa kegiatan makan yang baru saja dilakukan tidak didasari oleh kebutuhan fisik, melainkan kebutuhan emosi. Masalahnya, emosi negatif berupa penyesalan ini kerap kali memperparah kondisi orang yang mengalami emotional eating, sehingga keinginan untuk makan justru bertambah intens.   Cara mengatasinya Cara efektif untuk mengatasi perilaku emotional eating adalah dengan berlatih mengelola stres dan emosi negatif lainnya secara benar. Latihan pernapasan, yoga, ataupun berbincang dari hati ke hati dengan sahabat adalah beberapa hal yang bisa kamu lakukan. Bila emotional eating dilakukan karena rasa bosan, maka temukan aktivitas lain—seperti menekuni hobi, olahraga, atau bekerja untuk mencari uang tambahan; yang bermanfaat dan mampu mengalihkan perhatian kamu dari keinginan untuk makan. Kalaupun hendak makan, pilih makanan dan camilan sehat seperti SOYJOY yang kaya kandungan protein, serat,  vitamin, dan mineral. Karena terbuat dari kedelai utuh dan buah-buahan asli, SOYJOY juga lezat dan kaya serat, sehingga mampu memuaskan keinginan untuk ngemil dan bisa mempertahankan rasa kenyang lebih lama.

5 Jurus Makan Penangkal Obesitas

5 Jurus Makan Penangkal Obesitas

Obesitas adalah masalah kesehatan yang tengah melanda seluruh dunia. Praktikkan jurus makan ini untuk menangkalnya. Beberapa tahun belakangan ini, kondisi obesitas menjadi ancaman kesehatan yang melanda banyak negara, termasuk Indonesia. Bukan hanya memengaruhi penampilan dan rasa percaya diri, obesitas juga bisa memicu munculnya banyak penyakit berbahaya, seperti diabetes, kanker, penyakit kardiovaskular seperti serangan jantung dan stroke, serta gangguan pada tulang seperti osteoporosis dan osteoarthritis. Tak cukup hanya dengan mengatur porsi makan agar sesuai kebutuhan kalori harian, ancaman obesitas perlu diatasi dengan menerapkan pola makan sehat secara menyeluruh, supaya tidak malah berisiko memunculkan gangguan kesehatan lain akibat pola makan yang salah. Alih-alih mengikuti diet ekstrim ataupun fad diet, ikuti jurus makan berikut untuk menangkal ancaman obesitas.   1. Sarapan setiap hari Mengabaikan sarapan memang bisa mengurangi jumlah kalori yang masuk ke dalam tubuh di pagi hari. Tapi, banyak penelitian membuktikan bahwa melewatkan sarapan justru mendatangkan efek sebaliknya dalam jangka panjang. Selain berisiko membuat kamu makan tanpa kendali saat makan siang, mengabaikan sarapan juga bisa membuat kerja organ-organ tubuh—seperti otak, tidak optimal sehingga performa kerja dan stamina menurun. Penurunan stamina dan performa ini bisa memicu stres yang mengakibatkan emotional eating.   2. Pilih bahan pangan whole-grain Alih-alih makan nasi putih dan roti putih, ganti makanan pokok kamu dengan produk whole-grain atau yang terbuat dari biji-bijian utuh, seperti nasi merah, nasi cokelat, dan roti atau pasta whole-grain. Dibandingkan produk yang sudah mengalami pengolahan, produk whole-grain lebih banyak mengandung serat, mineral, dan vitamin yang berguna untuk memelihara kesehatan.   3. Perbanyak makan sayuran dan buah-buahan Selain berguna melancarkan sistem pencernaan, konsumsi serat yang terkandung dalam sayuran dan buah-buahan juga dapat menghadirkan rasa kenyang lebih lama, sehingga kamu tidak tergoda untuk ngemil makanan tidak sehat di luar jadwal makan. Untuk memudahkan kamu mengatur berapa banyak makanan yang disantap, biasakan mengikuti “metode isi piringku”, yaitu ½ bagian untuk sayur dan buah, ¼ bagian untuk sumber protein dari lauk pauk, dan ¼ bagian untuk sumber karbohidrat dari makanan pokok.   4. Hindari junk food Makanan siap saji (fast food) seperti sosis, nugget, kentang goreng, dan sebagainya, biasa disebut junk food alias makanan “sampah” karena amat sedikit mengandung nutrisi yang diperlukan tubuh. Aneka jenis fast food juga umumnya memiliki kandungan garam, gula, dan lemak yang jauh melampaui kebutuhan rata-rata harian. Konsumsi ketiga bahan tersebut dalam jumlah berlebihan bisa memicu obesitas dan masalah kesehatan lain seperti darah tinggi dan diabetes, pada berbagai usia.   5. Pilih sumber protein yang lebih sehat Sebagai sumber protein, batasi konsumsi daging merah yang banyak mengandung lemak jenuh dan gantikan dengan daging putih seperti ayam dan ikan. Konsumsi ikan berlemak seperti salmon dan patin amat baik karena mengandung asam lemak omega 3 yang mampu menurunkan kadar kolesterol “jahat” LDL dan meningkatkan kadar kolesterol “baik” HDL di dalam darah. Selain sumber protein hewani, kamu juga bisa menyantap sumber protein nabati yang berasal dari kacang-kacangan dan biji-bijian. Jika ingin cemilan kaya protein yang praktis dan memiliki kandungan gizi ekstra, kamu bisa memilih SOYJOY yang terbuat dari kedelai utuh dan buah-buahan asli. Selain kaya protein, SOYJOY juga mengandung vitamin, dan mineral yang penting bagi kesehatan tubuh kita. Kandungan serat di dalam SOYJOY juga berguna menghadirkan rasa kenyang lebih lama, sehingga bisa mencegah kamu makan berlebihan.   Sumber:

Konsumsi Kedelai Bermanfaat untuk Perkuat Tulang

Konsumsi Kedelai Bermanfaat untuk Perkuat Tulang

Kedelai merupakan pangan sumber protein nabati yang memiliki beragaam manfaat. Bahan dasar tempe dan tahu ini mengandung bahan penting, isoflavon yang dikenal sebagai senyawa estrogenik nabati (fitoestrogen). Karena estrogen melindungi tulang, penurunan estrogen pascamenopause dihubungkan dengan kejadian keropos tulang (osteoporosis) pada perempuan. Dalam satu dekade terakhir, salah satu perawatan utama untuk berkurangnya massa tulang pascamenopause adalah terapi penggantian hormon. Namun kekhawatiran tentang dampak kesehatan negatif dari terapi penggantian hormon dalam jangka panjang telah merangsang minat dalam pengobatan alternatif dan metode pencegahan osteoporosis. Untuk tujuan ini, banyak penelitian telah menyelidiki hubungan antara makanan kedelai, protein kedelai, atau ekstrak isoflavon dalam kaitannya untuk menjaga kesehatan tulang. Penelitian menyebut, mendapatkan banyak protein kedelai dari makanan, atau mengonsumsi suplemen kedelai, dapat membantu melindungi wanita pascamenopause dari keropos tulang. Perempuan rentan mengalami osteoporosis setelah menopause karena karena tubuh membuat lebih sedikit estrogen, yang melindungi terhadap pengeroposan tulang. Kedelai mengandung bahan kimia yang disebut isoflavon, yang memiliki struktur dan fungsi yang mirip dengan estrogen. Tim peneliti yang dipimpin oleh University of Hull, Inggris, meneliti apakah kedelai dan isoflavon dapat membantu melindungi wanita dari osteoporosis. Penelitian melibatkan 200 wanita di awal menopause dengan 30 gram (sekitar satu ons) protein kedelai dan 66 miligram isoflavon, atau 30 gram protein kedelai saja setiap hari selama 6 bulan. Peneliti kemudian memeriksa tulang responden untuk mencari penanda dalam darahnya. Peneliti menemukan bahwa wanita yang mengonsumsi kedelai dan isoflavon memiliki kadar lebih rendah satu penanda tertentu daripada wanita yang hanya mengonsumsi kedelai. Ini menunjukkan bahwa tingkat kehilangan tulang mereka melambat dan menurunkan risiko terkena osteoporosis. Perempuan yang mengonsumsi protein kedelai dengan isoflavon juga memiliki lebih sedikit tanda-tanda risiko penyakit jantung dibandingkan mereka yang hanya mengonsumsi kedelai saja. Tim peneliti menyimpulkan bahwa protein kedelai dan isoflavon adalah pilihan yang aman dan efektif untuk meningkatkan kesehatan tulang pada wanita pada usia menopause. Aksi kedelai dalam hal ini tampaknya meniru obat osteoporosis konvensional. Isoflavon sebanyak 66 mg yang digunakan dalam penelitian ini setara dengan makanan diet Oriental, yang kaya makanan kedelai. Pada pola makan Barat hanya ditemukan sekitar 2-16 mg isoflavon. Riset menyimpulkan bahwa melengkapi makanan dengan isoflavon dapat menurunkan secara bermakna jumlah wanita yang didiagnosis dengan osteoporosis. Studi lain telah menyelidiki dampak kedelai diet pada kekuatan tulang pada wanita pascamenopause. Para penulis menyimpulkan bahwa makan lebih banyak kedelai mungkin dapat memperkuat tulang pada wanita dari segala usia. Penurunan kepadatan dan kekuatan tulang yang umum terjadi pada wanita pascamenopause memang menjadi perhatian besar karena bisa menyebabkan gaya tidak aktif dan keterbatasan gerak. Seiring bertambahnya usia wanita, osteoporosis, penurunan tingkat aktivitas, dan kenaikan berat badan bertindak bersama untuk menurunkan kesehatan tulang dan berdampak negatif pada metabolisme tubuh. Osteoporosis dan kelemahan tulang meningkatkan risiko patah tulang, yang bisa memicu gaya hidup tidak aktif dan berimbas pada kenaikan berat badan. Para peneliti dari University of Missouri di Columbia menguji bagaimana perubahan pada diet wanita dapat mempengaruhi ketahanan tulangnya. Secara khusus, peneliti menyoroti efek protein berbasis kedelai. Penelitian ini telah dipublikasikan di jurnal Bone Reports. Peneliti menggunakan tikus untuk percobaan, dimana setengah tikus percobaan diangkat ovariumnya untuk meniru kondisi menopause. Para ilmuwan memberi makan setengah dari tikus diet berbasis kedelai dan sisanya diet berbasis jagung. Kedua diet mengandung jumlah kalori yang sama. Mereka menimbang tikus setiap minggu selama masa percobaan 30 minggu. Selanjutnya tim mengambil sampel darah, menguji kekuatan tulang, dan menilai komposisi tubuh menggunakan EchoMRI, teknik pencitraan yang secara akurat dapat mengukur tingkat lemak tubuh dan massa air pada hewan hidup. Analisis menunjukkan tulang kaki tikus yang diberi kedelai lebih kuat daripada tulang tikus yang diberi makan makanan berbasis jagung. Penelitian ini menunjukkan bahwa wanita dapat meningkatkan kekuatan tulang dengan menambahkan beberapa makanan berbasis kedelai ke dalam makanan harian. Menurut peneliti, wanita bahkan tidak perlu makan kedelai sebanyak yang ditemukan dalam diet khas Asia, tetapi menambahkan beberapa tahu atau kedelai lainnya dalam menu harian dapat membantu membantu memperkuat tulang. Studi juga menunjukkan bahwa peningkatan kekuatan tulang berbasis kedelai terjadi pada tikus dengan dan tanpa indung telur. Peneliti menekankan bahwa kedua kelompok tikus yang makan kedelai kekuatan tulangnya meningkat secara bermakna. Dengan kata lain, bahkan tulang pada tikus “pascamenopause” mendapat manfaat dari perubahan pola makan. Meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami sepenuhnya pola makan optimal untuk mendukung kesehatan tulang pada setiap tahapan usia, namun sejumlah makanan yang mendukung kesehatan tulang sejauh ini sudah diketahui. Pola makan yang menjaga kesehatan tulang biasanya berupa buah-buahan dan sayuran, mengandung rasio protein nabati terhadap hewani yang tinggi (yaitu diet yang rendah atau tanpa produk hewani), dibuat dari makanan utuh, dan kaya nutrisi sehingga menyediakan banyak sekali nutrisi penting untuk tulang. Makanan berbahan kedelai dikaitkan dengan peningkatan penanda kesehatan tulang, terutama di kalangan wanita Asia. Meskipun jumlah dan jenis makanan kedelai yang optimal yang diperlukan untuk mendukung kesehatan tulang belum jelas, bukti pola makanan menunjukkan bahwa konsumsi makanan kedelai secara teratur kemungkinan berguna untuk kesehatan tulang yang optimal sebagai bagian integral dari pola makan sehat. Nah, apakah kamu ingin menguatkan tulangmu dari sekarang? Cobalah cara mudah dan praktis, misalnya dengan mengonsumsi SOYJOY, #soylution yang mengandung semua kebaikan kedelai utuh dengan rasa yang enak. Makan SOYJOY 2 jam sebelum makan juga mencegahmu kalap saat makan utama sehingga tidak memicu kenaikan berat badan. Kandungan beragam nutrisi yang baik, mencakup kedelai utuh, protein, serat, vitamin dan mineral juga isoflavon pada SOYJOY dapat menjadi #Soylution untuk kamu dalam menjalani gaya hidup sehat. Referensi: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3383497/ https://www.webmd.com/osteoporosis/news/20151102/soy-protein-osteoporosis#1 https://www.medicalnewstoday.com/articles/322708.php

Menyandang Pradiabetes, Perlukah Pola Makan Dibatasi?

Menyandang Pradiabetes, Perlukah Pola Makan Dibatasi?

Diagnosis pradiabetes tak perlu membuat kamu berkecil hati. Masih ada waktu untuk mencegahnya berkembang menjadi diabetes dengan cara mengubah pola makan menjadi lebih sehat.

 

Pradiabetes adalah kondisi saat kadar gula darah puasa seseorang berada di kisaran 100-125 mg/dL dan gula darah 2 jam setelah makan 140-199 mg/dL atau kadar HbA1c 5,7-6,4%. Menurut pakar kesehatan, sejak awal terdiagnosis, kondisi pradiabetes bisa berkembang menjadi diabetes dalam kisaran waktu 10 tahun atau bahkan bisa lebih cepat. Tak perlu berkecil hati bila kamu atau anggota keluarga didiagnosis mengalami pradiabetes. Pasalnya, tindakan preventif yang tepat bisa mengurangi risiko diabetes hingga 40-75%, seperti yang terungkap dari hasil penelitian yang dipublikasikan dalam Jurnal The Lancet.

 

Salah satu langkah pencegahan yang paling efektif, menurut pakar kesehatan, adalah dengan menerapkan pola makan sehat dan lebih aktif bergerak dalam kehidupan sehari-hari. Apa saja jenis makanan yang dianjurkan dan yang harus dihindari? Sebagai pedoman, berikut jenis-jenis makanan yang aman dikonsumsi dan perlu dihindari oleh penyandang pradiabetes.

 

() Pilih makanan bernilai IG rendah

Nilai IG (Indeks Glikemik) menandakan seberapa cepat kenaikan kadar gula darah setelah mengonsumsi makanan tertentu. Karenanya, untuk memelihara keseimbangan kadar gula darah, penyandang pradiabetes perlu sebisa mungkin memilih jenis-jenis makanan dengan nilai IG rendah. Makanan bernilai IG rendah akan dicerna tubuh secara perlahan sehingga melepaskan gula secara bertahap ke dalam darah. Jenis makanan bernilai IG rendah contohnya adalah nasi merah, nasi hitam, serta aneka produk whole grain, mulai dari roti, pasta, dan sereal whole grain.

 

(X) Hindari minuman manis

Kamu suka minum soda, kopi dan teh manis, jus yang diberi gula, serta sirup? Mulai sekarang, hapus segala jenis minuman manis tersebut dan gantikan dengan air putih. Minumlah kopi, teh, dan jus tanpa tambahan gula. Jika ingin menambah cita rasa pada minuman, cobalah aneka resep infused water yang mudah ditemukan di internet. Gemar mengonsumsi minuman manis adalah salah satu pemicu utama kondisi obesitas yang bisa meningkatkan risiko diabetes.

 

() Perbanyak konsumsi serat

Konsumsi serat yang terdapat dalam sayuran, buah-buahan, dan kacang-kacangan, akan membantu melancarkan proses pencernaan dan menghadirkan rasa kenyang lebih lama. Ini penting untuk mendukung program pencapaian berat badan ideal, terutama bagi mereka yang mengalami obesitas. Penelitian menyatakan bahwa penyandang pradiabetes yang sukses menurunkan berat badan antara 5-7% dari bobot tubuhnya, akan bisa memangkas risiko diabetes hingga 58%.

 

(X) Singkirkan lemak tak sehat

Tubuh kita memerlukan asupan lemak untuk membantu proses pembuatan hormon dan membran sel, mengangkut vitamin A, D, E, dan K ke seluruh tubuh, dan berbagai fungsi lainnya. Tapi hati-hati, salah memilih asupan lemak malah bisa memperbesar lingkar pinggang dan meningkatkan risiko obesitas dan diabetes. Karenanya, pilih jenis lemak sehat untuk konsumsi sehari-hari, seperti yang terdapat dalam minyak zaitun, buah alpukat, ikan, kacang-kacangan, dan biji-bijian.

 

() Pilih camilan sehat

Menerapkan pola makan sehat bukan berarti kamu harus menghindari camilan. Hanya saja, sebisa mungkin, pilih jenis camilan kaya gizi dan tidak mengandung zat-zat yang bisa merugikan kesehatan. Kamu mungkin sudah menyadari bahwa camilan sehat itu penting, namun pilihannya jadi terbatas. Nah, untuk memenuhi gaya hidup sehat dan selera  kamu, SOYJOY hadir dengan rasa yang lebih enak. Terbuat dari kedelai utuh dan buah-buahan asli, SOYJOY memiliki nilai IG rendah, dan kaya kandungan protein dan serat sehingga bisa menghadirkan rasa kenyang lebih lama.

 

Yuk, atasi kondisi pradiabetes dari sekarang.

Sumber:

Tidak Disadari, Ini Ciri dan Faktor Risiko Pradiabetes

Tidak Disadari, Ini Ciri dan Faktor Risiko Pradiabetes

Kondisi pradiabetes seringkali muncul tanpa disadari. Hati-hati, karena pradiabetes bisa berkembang menjadi diabetes tipe 2 bila tak segera diatasi.

 

Sesuai namanya, yang disebut kondisi pradiabetes adalah “pintu gerbang” atau kondisi awal menjelang diabetes—tepatnya diabetes tipe 2.  Seseorang dikatakan mengalami pradiabetes apabila pengukuran kadar gula darah puasanya sudah melampaui batas normal, yaitu antara 100 hingga 125 mg/dL. Kondisi pradiabetes dikatakan sudah berkembang menjadi diabetes apabila kadar gula darah puasa sudah berada di atas 126 mg/dL.

 

Warna Kulit Menggelap

Yang seringkali menjadi masalah, kondisi pradiabetes biasanya muncul tanpa disadari dan penderitanya baru tersentak kaget ketika sudah mendapat diagnosis diabetes tipe 2. Pakar kesehatan menyatakan bahwa kondisi pradiabetes seringkali muncul tanpa gejala dan hanya bisa dipastikan melalui tes kadar gula darah.

 

Untungnya, meski lebih sering muncul tiba-tiba, ada satu penanda fisik yang terkadang ditemukan pada orang yang mengalami kondisi pradiabetes. Tanda itu adalah perubahan warna kulit pada daerah leher, ketiak, siku, lutut, dan buku-buku jari. Gangguan pigmentasi kulit ini dipicu oleh meningkatnya kadar insulin di dalam darah yang mengakibatkan sel-sel kulit bereproduksi secara lebih cepat, dengan kadar melamin lebih banyak sehingga menghasilkan warna kulit yang lebih gelap.

 

Bila kondisi pradiabetes sudah berkembang menjadi diabetes tipe 2, maka akan muncul gejala lanjutan yang lebih mudah diamati. Gejala tersebut antara lain adalah lebih sering buang air kecil, mulut terasa kering dan haus berlebihan, tubuh terasa lelah berkepanjangan, pandangan mata buram, dan berat badan terus merosot tanpa penyebab yang jelas.

 

Ini Faktor Risikonya!

Berhubung gejalanya sulit diamati, pradiabetes lebih mudah diantisipasi dengan cara mendeteksi sejumlah faktor yang meningkatkan risiko terjadinya kondisi tersebut. Beberapa faktor risiko tersebut adalah:

1. Berat badan berlebih

Semakin banyak jaringan lemak di dalam tubuh—terutama yang berlokasi di perut, maka sel-sel tubuh akan semakin berisiko mengalami resistensi insulin.

2. Pola makan tidak sehat

Kebiasaan mengonsumsi makanan yang diproses (makanan kaleng, fast food), makanan tinggi karbohidrat dan lemak, minuman manis serta jarang mengonsumsi sayur dan buah-buahan akan meningkatkan risiko pradiabetes.

3. Aktivitas fisik

Gaya hidup sedentary (jarang bergerak) adalah biang keladi munculnya kondisi obesitas yang kemudian meningkatkan risiko pradiabetes.

4. Riwayat keluarga

Kemungkinan terjadinya pradiabetes dan diabetes akan meningkat apabila orangtua atau nenek kakek ada yang menderita diabetes.

Umur

Faktor risiko pradiabetes dan diabetes meningkat pada mereka yang berusia di atas 45 tahun. Tapi, kamu yang masih berusia kepala dua mesti tetap waspada, karena belakangan ini terjadi peningkatan penyandang diabetes yang berusia di bawah 40 tahun.

 

Setelah mengetahui gejala dan faktor risikonya, kamu bisa melakukan sesuatu untuk mencegah ataupun mengatasi kondisi pradiabetes. Yaitu adalah dengan cara memperbaiki pola makan, meningkatkan aktivitas fisik dengan berolahraga secara teratur, serta mengelola stres dengan baik. Semakin dini langkah pencegahan dilakukan, semakin tinggi pula harapan kamu untuk menghindari kondisi pradiabetes dan diabetes!

 

Sumber:

Kedelai, Sahabat untuk Penyandang Diabetes

Kedelai, Sahabat untuk Penyandang Diabetes

Diabetes menjadi salah satu penyakit yang ditakuti dan memiliki julukan “Ibu dari segala macam penyakit” karena jika tak ditangani dengan baik bisa memicu komplikasi organ yang mengarah pada kecacatan, bahkan kematian.

Menurut Asosiasi Diabetes Amerika, diabetes merupakan penyakit di mana tubuh tidak memproduksi atau menggunakan insulin dengan baik. Insulin adalah hormon yang dibutuhkan untuk mengubah gula, pati dan makanan lain menjadi energi yang dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari. Telah diketahui bahwa diabetes merupakan faktor risiko utama penyakit jantung dan ginjal.

Dokter merekomendasikan beberapa cara untuk menangani gejala diabetes dan bahkan membantu mengurangi kemungkinan terkena diabetes, misalnya  melakukan olahraga yang benar (anjuran Organisasi Kesehatan Dunia/WHO minimal 30 menit per hari dalam seminggu atau kumulatif 150 menit), dan penurunan berat badan. Cara yang juga harus dilakukan adalah dengan mengatur pola makan.

Nah, terkait dengan pola makan, memilih menu makanan menjadi penting. Kedelai menurut sejumlah penelitian, memiliki manfaat dalam mengendalikan gula darah pasian diabetes. Makanan kedelai mengandung protein nabati, sumber protein lengkap dengan semua asam amino esensial dari protein hewani, tetapi dengan sedikit lemak, lemak jenuh, dan tanpa kolesterol.

Ulasan berdasarkan bukti menunjukkan bahwa protein kedelai sama dengan protein tanpa lemak lainnya dalam membantu penurunan berat badan dan mempertahankan massa tubuh tanpa lemak. Selain itu, kedelai bebas kolesterol, juga merupakan pilihan untuk menjaga kesehatan jantung.

Piramida Makanan Diabetes merekomendasikan 2 hingga 3 porsi susu rendah lemak sehari. Bagi mereka yang menghindari susu, susu kedelai adalah pilihan yang sangat baik untuk penderita diabetes yang membutuhkan sumber kalsium dan nutrisi penting lainnya yang rendah kalori.

Piramida Makanan Diabetes juga merekomendasikan 4 hingga 6 ons daging atau pengganti daging dalam menu harian. Pertimbangkan tahu dan makanan dari kedelai lain yang rendah kalori dalam kelompok ini. Pasien diabetes dapat menggunakan resep dmenggunakan berbagai makanan kedelai, termasuk tahu, burger kedelai, susu kedelai, edamame, dan mentega kacang kedelai, untuk membantu mempertahankan diet bergizi dan mengurangi komplikasi diabetes.

Yang perlu diingat, penyandang diabetes tipe 2 kerap menderita penyakit ginjal dan jantung. Pasien diabetes sering mengalami albuminuria, yang terjadi ketika tubuh melepaskan lebih dari jumlah normal protein – yang disebut albumin – dalam urin. Penelitian yang dipublikasikan di Journal of Nutrition menyebut protein kedelai terisolasi mengurangi albumin dalam urin lebih dari kasein (protein susu). Protein kedelai yang terisolasi juga membantu meningkatkan HDL (kolesterol baik).

Nah, dengan kemampuan protein kedelai untuk menurunkan kolesterol dan albumin yang berdampak negatif bagi tubuh, makanan berbasis kedelai menjadi pilihan tepat untuk membantu mencegah penyakit ginjal dan jantung pada pasien diabetes.

Studi yang dipublikasikan di Diabetes Care, mengamati dampak konsumsi protein kedelai pada risiko penyakit kardiovaskular dan ginjal pada penderita diabetes dengan nefropati, yaitu kerusakan pada saraf yang berlangsung di seluruh tubuh, menghubungkan sumsum tulang belakang ke otot, kulit, pembuluh darah, dan organ lainnya.

Selama lebih dari 4 tahun, pasien dengan diabetes tipe 2 dan nefropati yang mengonsumsi makanan yang mengandung 8 gram protein kedelai sebagai tambahan protein hewani dan nabati, mengalami penurunan kadar kolesterol dan glukosa serta urea protein dan gejala lain dari penyakit ginjal, dibandingkan untuk kelompok kontrol yang hanya mengonsumsi protein hewani dan nabati tanpa tambahan kedelai.

Dalam studi prospektif besar berdasarkan populasi 43.176 pria dan wanita Tionghoa Singapura, peneliti mengamati hubungan terbalik antara frekuensi yang lebih besar dari konsumsi makanan kedelai tanpa gula yang tidak digoreng dan risiko diabetes tipe 2. Konsisten dengan analisis yang berfokus pada makanan kedelai utuh, peneliti juga melihat hubungan terbalik yang signifikan antara asupan isoflavon kedelai dan diabetes. Hasil studi ini sesuai dengan beberapa studi kohort sebelumnya.

Studi lain mengungkap kemampuan kedelai dalam mencegah dua komplikasi terbesar yang dihadapi orang dengan diabetes tipe 2, yaitu penyakit ginjal dan penyakit jantung.

Penelitian yang dilakukan peneliti dari University of Illinois di Urbana-Champaign, menemukan bahwa selain membantu fungsi ginjal, suplemen protein kedelai meningkatkan kolesterol HDL (kolesterol baik) hingga 4%. Perlu diketahui, kadar kolesterol HDL yang rendah adalah faktor risiko penyakit jantung.

Para peneliti mengatakan tidak jelas bagaimana kedelai memberikan efeknya dalam kasus ini. Oleh karena ini dibutuhkan riset lebih lanjut untuk mengonfirmasi hasilnya. Temuan yang telah diterbitkan dalam Journal of Nutrition Agustus 2004 tersebut mengonfirmasi penelitian sebelumnya yang dilakukan pada tikus.

Bicara tentang konsumsi kedelai, kacang-kacangan ini tak hanya disarankan sebagai pilihan camilan sehat bagi penyandang diabetes, namun buat kamu yang ingin menjaga kesehatan dengan menjalani pola makan sehat. Untuk cara yang praktis konsumsi kedelai sebagai sumber protein nabati yang murah namun kaya manfaat bagi kesehatan, cobalah SOYJOY, yang terbuat dari kedelai utuh dan mengandung segala kebaikan gizi.

SOYJOY hadir sebagai #Soylution, solusi dari kebaikan kedelai untuk hidup lebih sehat. Konsumsilah SOYJOY saat perjalanan ke kantor atau sedang asik bekerja. Kandungan protein dan serat menjagamu kenyang lebih lama hingga tidak kalap saat jam makan utama tiba. SOYJOY, solusi gaya hidup sehat.

Referensi:

http://www.soyfoods.org/nutrition-health/soy-for-healthy-living/soy-and-diabetes

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3480546/

https://www.webmd.com/diabetes/news/20040803/soy-benefits-type-2-diabetes